JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa pemerintah tidak menggunakan istilah “libur sekolah” selama bulan Ramadhan. Sebaliknya, ia menyebut kegiatan sekolah pada bulan tersebut sebagai “pembelajaran di bulan Ramadhan.”
“Jangan pakai kata libur. Tidak ada pernyataan libur Ramadhan, [adanya] pembelajaran di bulan Ramadhan. Kata kuncinya bukan libur Ramadhan tapi pembelajaran di bulan Ramadhan,” ujar Prof. Mu’ti dalam keterangannya, Minggu (19/1/2025).
Prof. Mu’ti mengungkapkan bahwa mekanisme pembelajaran selama bulan Ramadhan masih dalam tahap pembahasan bersama sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri. Ia menyebut keputusan akhir akan dituangkan dalam Surat Edaran (SE) yang segera diterbitkan.
“Sudah kita bahas lintas kementerian. Sudah ada kesepakatan bersama. Tinggal tunggu saja terbitnya Surat Edaran,” jelasnya.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyoroti wacana ini dengan sejumlah pertimbangan. Menurutnya, libur selama Ramadhan dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti:
1. Hak Pendidikan Siswa Non-Muslim
Jika sekolah diliburkan selama Ramadhan, siswa non-Muslim berpotensi kehilangan layanan pendidikan. Hal ini juga menimbulkan diskriminasi dalam hak belajar siswa Muslim dan non-Muslim.
2. Dampak pada Gaji Guru Swasta
Guru di sekolah atau madrasah swasta khawatir akan mengalami pemotongan gaji jika siswa diliburkan selama Ramadhan. Mayoritas madrasah swasta memiliki anggaran terbatas, dengan gaji guru yang sering kali di bawah Rp1 juta per bulan.
3. Modifikasi Jam Belajar
P2G menyarankan agar jam belajar selama Ramadhan dimodifikasi, misalnya dengan mengurangi durasi pelajaran, memulai sekolah lebih siang, atau menyelenggarakan program khusus seperti Pesantren Ramadhan.
4. Pengawasan Siswa
Libur penuh selama Ramadhan dapat menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap siswa, sehingga mereka lebih rentan menghabiskan waktu untuk bermain gawai atau terlibat dalam aktivitas negatif, seperti tawuran.
5. Learning Loss
Libur berkepanjangan berpotensi menambah learning loss. Oleh karena itu, P2G menyarankan adanya program pendidikan khusus selama Ramadhan untuk menjaga kualitas pembelajaran.
Satriwan juga mengusulkan agar sekolah tetap mengadakan kegiatan dengan mengurangi jam pelajaran dan menambahkan aktivitas spiritual yang relevan dengan suasana Ramadhan, seperti kajian kitab suci atau literasi agama.
“Pendidikan di bulan Ramadhan harus menjadi momentum untuk meningkatkan literasi agama dan karakter siswa, tanpa mengurangi esensi kurikulum pendidikan,” pungkas Satriwan.
Masyarakat kini menunggu kejelasan mekanisme pembelajaran yang akan diterapkan pemerintah selama Ramadhan 2025 melalui Surat Edaran resmi.