Faktakalbar.id, PONTIANAK – Jaringan mafia tambang emas ilegal Kalbar kembali menunjukkan ekspansi agresif.
Seorang cukong berinisial Y, yang akrab disapa “Tante”, disebut tengah membangun jaringan baru dengan target menguasai lahan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di seluruh kabupaten di Kalbar.
Ia ditengarai mengumpulkan ratusan kilogram emas ilegal per bulan.
Sosok “Tante” muncul sebagai pesaing baru bagi AS dan SB yang sebelumnya mendominasi jaringan tambang emas ilegal di Kalbar.
Baca juga: Perang Mafia Emas Ilegal Kalbar: Jaringan SB vs AS Makin Memanas
Salah satu operator kunci dalam jaringan Tante adalah MRN, nama yang kini mulai mencuat dalam aktivitas PETI.
Meski terbilang baru, MRN telah beroperasi di sejumlah titik seperti dalam kota Bengkayang, Pajintan Singkawang, dan Binua Nahaya Landak.
Baru-baru ini, ia melakukan ekspansi ke wilayah Sambas, tepatnya di areal kebun sawit PT WHS, yang memicu konflik dengan penambang lainnya.
Menurut sejumlah sumber, MRN sering membawa nama petinggi aparat keamanan untuk mengintimidasi penambang lain dan masyarakat. Bahkan, ia mengaku sebagai anggota instansi tertentu.
“Kalau kamu mau tahu siapa yang punya, tanya saja kepada (sambil menyebut jabatan tinggi instansi keamanan), saya cuma pengurus lapangan di sini,” ujar Sobirin (nama samaran), warga Bengkayang, menirukan ucapan MRN saat dipertanyakan aktivitas tambang di dekat permukimannya.
Sikap arogan MRN yang kerap menjual nama pejabat keamanan tinggi terjadi di banyak titik operasi tambangnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, operasi MRN diduga mendapat dukungan penuh dari Tante, termasuk perlindungan oknum aparat keamanan dan kucuran modal besar.
Hal ini memungkinkannya mengambil alih tambang-tambang ilegal yang sebelumnya dikuasai jaringan lain.
Pemberitaan Fakta Kalbar sebelumnya juga mengungkap konflik antara AS dan SB, dua pemain besar tambang emas ilegal Kalbar yang diketahui kini memperlambat operasi di sejumlah wilayah.
Kondisi ini dimanfaatkan Tante untuk memperluas jaringan melalui tangan kanan seperti MRN.
“Saat AS atau SB menghentikan aktivitas di beberapa wilayah, MRN langsung masuk. Ini strategi mengambil alih lahan,” ujar sumber yang enggan disebut namanya.
Aktivitas PETI tidak hanya merugikan negara akibat potensi pajak yang hilang, tetapi juga merusak lingkungan dan memicu konflik sosial dengan masyarakat lokal. [tim]
Baca juga: Polresta Pontianak Disorot Soal Transparansi Barang Bukti Emas Ilegal
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id