Kalbar Darurat Mafia Tambang

Petani Plasma Sungai Bulan Mengadu ke Sultan Pontianak, 10 Tahun Hak Terabaikan

Petani plasma Sungai Bulan berdialog dengan Sultan Pontianak terkait hak mereka yang terabaikan selama 10 tahun.
Sultan Pontianak ke-9, Syarif Machmud Melvin Al-Kadrie, menerima perwakilan petani plasma Desa Sungai Bulan, Kubu Raya, di kediamannya, Senin (17/3/2025). Foto: (Dok. RD/Faktakalbar.id)

Faktakalbar.id, PONTIANAK – Para petani plasma Desa Sungai Bulan, Kubu Raya, yang telah berjuang selama lebih dari 10 Tahun  untuk mendapatkan hak atas hasil perkebunan kelapa sawit, akhirnya mendapat perhatian dari Sultan Pontianak ke-9, Syarif Mahmud Melvin Al-Kadrie. Pada Senin (17/3/2025), perwakilan petani yang dipimpin oleh Pengawas Koperasi Bulan Mandiri Sejahtera, M. Amin dan Fahri, bertemu dengan Sultan Melvin di kediamannya di Tanjung Raya, Pontianak.

Dalam pertemuan tersebut, para petani menyampaikan keluhan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Rajawali Jaya Perkasa (RJP), perusahaan mitra yang mengelola kebun sawit dengan sistem plasma. Mereka menuding PT RJP tidak transparan dalam pembagian hasil usaha dan menunggak pembayaran hak petani selama lebih dari 10 tahun.

Baca Juga: Buruh Harian Lepas Ditemukan Meninggal di Area Perusahaan Sawit di Sintang

Dugaan Penyimpangan: Hak Petani Tak Kunjung Dipenuhi

Fahri menjelaskan bahwa PT RJP mengelola 4.500 hektare lahan kelapa sawit dengan pola kemitraan, namun hingga kini para petani belum menerima bagian mereka sesuai kesepakatan.

“Kami sudah berkali-kali meminta kejelasan, tapi terus diabaikan. Hak petani, termasuk Sisa Hasil Usaha (SHU), tidak pernah diberikan. Perusahaan juga tidak pernah membuka laporan keuangan kepada kami,” ujar Fachri.

M. Amin menambahkan, sejak awal petani dijanjikan sistem bagi hasil yang adil, tetapi realisasinya justru berbeda.

“Kami tidak pernah melihat transparansi dalam perhitungan pendapatan. Hingga hari ini, hak kami tidak kunjung diberikan,” katanya.

Hutang Miliaran Rupiah dan Lahan Masyarakat Jadi Jaminan Bank

Salah satu persoalan lain yang mencuat dalam pertemuan ini adalah dugaan bahwa koperasi memiliki hutang bank sebesar Rp 99,1 miliar sedangkan PT RJP hanya bertindak sebagai penjamin. Namun, dana pinjaman tersebut langsung masuk ke PT RJP dan dikelola oleh perusahaan tersebut. Sementara itu, sertifikat lahan masyarakat dijadikan agunan di bank..

“Kami mendengar perusahaan tetap beroperasi, tapi utang mereka semakin besar. Yang lebih parah, lahan masyarakat dijadikan jaminan ke bank tanpa sepengetahuan,” ungkap Fachri.

Menurutnya, tindakan tersebut telah merugikan petani, karena mereka yang seharusnya mendapat hasil dari kebun justru terbebani oleh masalah piutang dan buruknya manajemen keuangan perusahaan PT RJP.

Ikuti berita menarik lainnya di Google News FaktaKalbar.id