DPR Respons Tudingan ‘Pasal Karet’: Klaim Penyadapan dan Penyitaan Harus Izin Hakim

"Menjawab kekhawatiran publik soal wewenang polisi di KUHAP baru, DPR mengklaim penyadapan dan penyitaan aset tetap wajib izin hakim, bukan tindakan sepihak."
Menjawab kekhawatiran publik soal wewenang polisi di KUHAP baru, DPR mengklaim penyadapan dan penyitaan aset tetap wajib izin hakim, bukan tindakan sepihak. (Dok. Ist)

Menurut klaim Habiburokhman, tindakan invasif seperti penyadapan dan perekaman komunikasi warga tidak bisa dilakukan semaunya oleh polisi.

Ia merujuk pada Pasal 135 ayat (2) yang disebutnya mewajibkan adanya izin dari ketua pengadilan sebelum penyadapan dilakukan.

“Semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive, dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim,” ujarnya, menanggapi isu bahwa polisi bisa membekukan aset warga secara sepihak.

Pernyataan ini dilontarkan DPR di tengah sorotan tajam koalisi masyarakat sipil yang menilai pasal-pasal dalam KUHAP baru justru membuka celah penyalahgunaan wewenang karena definisi “keadaan mendesak” yang bisa ditafsirkan secara subjektif oleh aparat di lapangan.

Meski DPR menjamin adanya prosedur izin, publik dan aktivis hukum tetap mendesak pengawasan ketat agar aturan ini tidak menjadi alat represif.

Baca Juga: Tok! DPR Sahkan RUU KUHAP Gantikan Produk Orde Baru

(*Mira)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id