Faktakalbar.id, LIFESTYLE – Skenario ini mungkin familier: Badan Anda demam, tenggorokan sakit, dan dokter sudah menyarankan istirahat total.
Seharusnya, Anda bisa tenang di bawah selimut sambil menonton serial.
Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Anda merasa cemas, gelisah, dan yang terparah merasa bersalah.
Baca Juga: Demam Bikin Badan Pegal dan Mata Perih? Ini 4 Alasan Ilmiahnya
Anda terus-menerus mengecek email, merasa tidak enak hati melihat notifikasi Slack, dan berpikir “Seharusnya saya tetap bisa mengerjakan sesuatu.”
Selamat datang di era “Productivity Guilt” atau “Rasa Bersalah Saat Produktif”.
Ini adalah fenomena di mana istirahat, bahkan saat sakit, terasa seperti sebuah kesalahan.
Bagi Gen Z, generasi yang tumbuh di tengah hustle culture dan tuntutan online 24/7, perasaan ini bisa sangat intens.
Mengapa kita tidak bisa tenang saat sakit? Berikut adalah 5 alasan psikologisnya.
1. Terpapar Racun “Hustle Culture” Sejak Dini
Gen Z adalah generasi yang “dibesarkan” oleh konten “rise and grind“.
Kita terus-menerus melihat influencer dan CEO idola yang memamerkan jam kerja 18 jam sehari dan menganggap tidur sebagai kemewahan.
Slogan seperti “sukses tidak kenal libur” tertanam di kepala.
Akibatnya, saat tubuh kita memaksa untuk berhenti (karena sakit), otak kita menerjemahkannya sebagai “kegagalan” atau “kemalasan”.
Kita merasa bersalah karena tidak memenuhi standar produktivitas ekstrem yang sebenarnya tidak realistis.
2. Identitas Kita = Produktivitas Kita
Bagi banyak Gen Z, apa yang kita kerjakan adalah siapa diri kita.
Nilai diri kita sering kali terikat erat dengan pencapaian, side hustle, dan “output” harian.
Saat kita sakit dan tidak bisa berproduksi tidak bisa posting progres, tidak bisa menyelesaikan tugas, tidak bisa berkontribusi kita merasa identitas kita goyah.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















