Stop! 5 Pola Asuh Ini Bisa Menjebak Anak Menjadi ‘Generasi Sandwich’ di Masa Depan

"Merasa terjebak sebagai generasi sandwich? Bisa jadi dimulai dari pola asuh. Kenali 5 parenting yang menjebak anak, dari "dana pensiun" hingga utang budi."
Merasa terjebak sebagai generasi sandwich? Bisa jadi dimulai dari pola asuh. Kenali 5 parenting yang menjebak anak, dari "dana pensiun" hingga utang budi. (Dok. Ist)

Faktakalbar.id, LIFESTYLE– Istilah “generasi sandwich” semakin sering kita dengar.

Ini adalah kondisi di mana seorang individu dewasa terjepit, harus menanggung biaya hidup tiga generasi sekaligus: dirinya sendiri, anak-anaknya (generasi di bawah), dan orang tuanya (generasi di atas).

Menjadi generasi sandwich bukanlah sebuah pilihan, dan seringkali merupakan sebuah “jebakan” yang tak terhindarkan.

Berbakti kepada orang tua adalah sebuah keharusan mulia, tetapi terjebak dalam siklus finansial yang mengorbankan masa depan diri sendiri adalah masalah lain.

Baca Juga: Film ‘Home Sweet Loan’: Potret Pahit Generasi Sandwich dan Jebakan Patriarki untuk Anak Perempuan

Banyak yang tidak menyadari, bibit dari jebakan ini seringkali ditanam secara tidak sengaja oleh orang tua itu sendiri melalui pola asuh di masa kecil.

Berikut adalah 5 pola asuh yang berisiko tinggi menciptakan generasi sandwich yang terbebani.

1. Pola Asuh “Anak adalah Investasi”

Ini adalah pola asuh yang paling umum.

Orang tua menanamkan mindset bahwa semua biaya pendidikan, makan, dan fasilitas yang mereka berikan adalah “investasi” yang harus “kembali modal” di masa depan.

Ucapannya halus: “Nanti kalau kamu sukses, jangan lupakan Mama Papa, ya.”

Akibatnya, ketika anak pertama kali gajian, prioritas utamanya bukanlah membangun dana darurat atau investasi untuk dirinya, melainkan “menyerahkan” gajinya kepada orang tua.

Ia tidak pernah punya kesempatan membangun fondasi finansialnya sendiri, membuatnya rapuh dan berisiko melanjutkan siklus yang sama.

2. Menggunakan “Utang Budi” Emosional

Pola asuh ini tidak menggunakan uang, tetapi perasaan.

Orang tua selalu mengungkit pengorbanan mereka (“Mama banting tulang demi kamu,” “Ayah rela nggak makan asal kamu sekolah”) setiap kali anak membuat keputusan yang tidak sejalan dengan keinginan mereka.

Anak tumbuh dengan rasa bersalah yang kronis.

Ia merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan dan kesejahteraan emosional orang tuanya.

Saat dewasa, ia tidak bisa menolak permintaan apa pun termasuk permintaan finansial yang tidak masuk akal karena takut dianggap “anak durhaka”.

3. Tidak Mengajarkan Kemandirian Finansial

Banyak orang tua yang karena terlalu sayang, tidak pernah mengajarkan anak tentang realitas keuangan.

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id