Tanpa Disadari, 4 Pola Asuh Ini Bisa Membesarkan Anak Menjadi Perundung

"Tidak ada orang tua yang ingin anaknya jadi perundung. Kenali 4 pola asuh anak yang salah, dari terlalu keras hingga abai, yang tanpa sadar bisa membentuk perilaku bullying."
Tidak ada orang tua yang ingin anaknya jadi perundung. Kenali 4 pola asuh anak yang salah, dari terlalu keras hingga abai, yang tanpa sadar bisa membentuk perilaku bullying. (Dok. Ist)

Faktakalbar.id, LIFESTYLE – Tidak ada satu pun orang tua yang bercita-cita membesarkan anaknya menjadi seorang perundung.

Namun, perilaku merundung tidak muncul begitu saja. Sering kali, akarnya tumbuh dari lingkungan terdekat, yaitu rumah dan pola asuh yang diterima anak sehari-hari.

Beberapa kebiasaan atau gaya pengasuhan yang dianggap normal atau bahkan didisiplinkan ternyata bisa menjadi fondasi bagi terbentuknya karakter perundung.

Mengenali pola-pola ini adalah langkah krusial bagi orang tua untuk melakukan introspeksi dan perbaikan, demi membentuk anak yang berempati dan menghargai orang lain.

Baca Juga: Buntut Kasus Bunuh Diri, Unud Sanksi Mahasiswa Pelaku Perundungan

Berikut adalah empat pola asuh yang salah dan berisiko membesarkan anak menjadi seorang perundung.

1. Terlalu Keras dan Menuntut Kepatuhan Mutlak

Orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung menuntut kepatuhan mutlak dan sering menggunakan hukuman fisik atau verbal yang keras, seperti membentak, memukul, atau meremehkan.

Mengapa ini berbahaya? Anak belajar bahwa kekuasaan dan agresi adalah cara untuk menyelesaikan masalah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Mereka melihat bahwa “yang lebih kuat berhak menindas yang lebih lemah”.

Ketika berada di luar rumah, mereka akan meniru perilaku ini pada teman-temannya yang dianggap lebih lemah darinya untuk merasa berkuasa.

2. Membiarkan Anak Tumbuh Tanpa Aturan yang Jelas

Ini adalah kebalikan dari pola otoriter.

Orang tua yang permisif sangat longgar dalam aturan, jarang memberikan konsekuensi atas perilaku buruk, dan cenderung menuruti semua kemauan anak.

Tujuannya mungkin baik, yaitu agar anak bahagia, tetapi dampaknya bisa negatif.

Mengapa ini berbahaya? Anak tumbuh dengan rasa superioritas (entitlement) dan minim empati.

Mereka tidak belajar bahwa tindakan mereka memiliki dampak bagi orang lain.

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id