RUU BUMN Disetujui, Rangkap Jabatan Wakil Menteri sebagai Komisaris Dilarang

Anggota Komisi VI DPR Firnando Hadityo Ganinduto menilai revisi UU BUMN membawa terobosan penting dalam tata kelola perusahaan negara, termasuk larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri sebagai komisaris BUMN.
Anggota Komisi VI DPR Firnando Hadityo Ganinduto menilai revisi UU BUMN membawa terobosan penting dalam tata kelola perusahaan negara, termasuk larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri sebagai komisaris BUMN. (Dok. Ist)

Faktakalbar.id, NASIONAL – Anggota Komisi VI DPR, Firnando Hadityo Ganinduto, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) akan menutup celah konflik kepentingan.

Salah satu substansi penting dalam revisi ini adalah larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri sebagai komisaris BUMN.

Baca Juga: Revisi UU BUMN: Kementerian BUMN Dibubarkan, BPBUMN Ambil Alih Fungsi Regulator

Menurut Firnando, langkah ini krusial untuk menjaga independensi manajemen BUMN dan memperkuat prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance.

Firnando menjelaskan bahwa perubahan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk membangun BUMN yang lebih modern, transparan, dan kompetitif di tingkat global.

“Substansi perubahan ini sejalan dengan misi pemerintah membangun BUMN yang modern, transparan, dan berdaya saing global,” ujar Firnando dalam sebuah keterangan di Jakarta.

Larangan rangkap jabatan ini juga menegaskan bahwa perubahan UU BUMN tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga menyangkut akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan publik.

Firnando menambahkan, negara akan tetap memegang kendali penuh agar BUMN dapat dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

Revisi UU BUMN juga mengubah status komisaris dan direksi BUMN. Mereka tidak lagi dipandang hanya sebagai pelaku korporasi, melainkan sebagai bagian dari penyelenggara negara.

Baca Juga: Federasi Serikat BUMN Desak Usut Tuntas Dugaan Korupsi di Kimia Farma

Hal ini berarti mereka wajib tunduk pada standar etika dan akuntabilitas publik yang sama seperti pejabat negara lainnya.

“Mereka adalah bagian dari penyelenggara negara yang bertanggung jawab langsung kepada publik,” kata Firnando.

Selain itu, revisi UU ini juga memperkuat pengawasan dengan memungkinkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa komisaris dan direksi secara rutin, baik melalui audit reguler maupun pemeriksaan khusus.

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id