Borneo Forum 2025: Antara Hantu Ganoderma, Petani Mandiri, dan Asa Keberlanjutan

Borneo Forum 2025 di Pontianak menjadi titik balik sawit Kalimantan. Petani, koperasi, dan GAPKI bersatu menata masa depan.
Borneo Forum 2025 di Pontianak menjadi titik balik sawit Kalimantan. Petani, koperasi, dan GAPKI bersatu menata masa depan. Foto: HO/Faktakalbar.id

Fakta ini menyadarkan petani seperti Anes bahwa mereka tidak bisa lagi berjuang sendirian.

“Jangan sendiri-sendiri,” ucap Anes tegas. “Kita harus bersama-sama cari solusi.”

Borneo Forum menjadi titik temu vital yang mempertemukan petani, koperasi, perusahaan, dan pemerintah untuk bersama-sama merumuskan masa depan industri sawit yang berkelanjutan.

Kolaborasi Jadi Kunci Hadapi Tantangan Industri

Di tengah situasi penuh tantangan, kabar baik datang dari Koperasi Produsen Manunggal Jaya asal Kabupaten Sintang yang dianugerahi Mitra Kerja Terbaik GAPKI 2025.

Baca Juga: Borneo Forum ke-8 di Pontianak Bahas Tata Kelola Sawit dan Ketahanan Pangan

Ketua Koperasi, Suripto, menyebut penghargaan ini adalah buah dari kerja kolektif.

“Kami menjaga kemitraan, bukan sekadar mencari untung,” ucap Suripto penuh rasa syukur.

Keberhasilan koperasi ini membuktikan bahwa hubungan yang sehat antara petani dan perusahaan mampu meningkatkan kesejahteraan anggota melalui tata kelola yang transparan.

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menekankan bahwa kolaborasi adalah kunci utama. Selain ancaman Ganoderma pada sawit, forum ini juga membahas sederet isu strategis lainnya, seperti:

  • Sertifikasi ISPO dan keberlanjutan tata kelola sawit.
  • Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan strategi tumpangsari.
  • Kemandirian energi berbasis sawit di tengah krisis energi global.
  • Penguatan kapasitas SDM petani melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Badan Pengelola Dana Perkebunan sudah siapkan dana, kenapa tidak dimanfaatkan?” kata Eddy. “Ini bisnis besar, kita tidak boleh pasif.”

Petani Sawit Harus Melek Teknologi

Purwadi MS, Direktur Eksekutif Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta, turut memberikan pesan inspiratif bagi generasi muda. Menurutnya, era digital membuka peluang besar bagi petani untuk berjejaring dan berbagi pengetahuan.

“Anak muda sekarang luar biasa. Jangan sampai petani sawit cuma jadi penonton,” ucapnya mengingatkan.

Jika petani berani melek teknologi, sawit tidak hanya menjadi komoditas, tetapi juga bagian dari ekosistem ekonomi digital yang lebih inklusif.

Menenun Harapan Borneo: Keberlanjutan Bukan Pilihan

Forum ini juga menyoroti pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

HPI Palm Oil Unit, misalnya, memaparkan empat pilar CSR mereka yang mencakup pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.

Salah satu bukti nyata kontribusi mereka adalah pembangunan Jembatan Beguntang di Sintang senilai Rp13 miliar yang kini menghubungkan 10 desa.

Baca Juga: Borneo BIM Festival 2025 Resmi Dibuka, Dorong Transformasi Konstruksi Digital di Kalimantan Barat

Agenda keberlanjutan lingkungan menjadi krusial. Industri sawit tidak bisa lagi berjalan dengan logika ekspansi tanpa batas.

Pengelolaan lingkungan kini menjadi kewajiban moral.

“Keberlanjutan bukan pilihan,” tegas Paulus Nokus dari HPI Palm Oil. “Ini kebutuhan.”

Menjelang penutupan, Ketua Panitia Borneo Forum ke-8, Purwati Munawir, memberikan pesan penyemangat.

“Tetap semangat. Kita berjuang untuk sawit sejahtera,” ucapnya dengan suara bergetar.

Anes pun berdiri, membawa pulang harapan baru.

Perjalanan memang masih panjang, tetapi Borneo Forum 2025 mengajarkan satu hal penting: dengan bersatu, masa depan sawit Indonesia yang sejahtera dan berkelanjutan bukanlah sebuah kemustahilan.

(*Red)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id