Faktakalbar.id, INTERNASIONAL – Ketegangan internasional meningkat setelah Amerika Serikat menyerang tiga fasilitas nuklir milik Iran.
Insiden ini memicu respons keras dari Iran, termasuk ancaman penutupan Selat Hormuz, jalur vital perdagangan minyak dunia.
Menurut laporan media Iran, parlemen negara itu menyatakan dukungan untuk menutup Selat Hormuz, salah satu jalur pengiriman minyak mentah terpenting di dunia.
Baca Juga: Israel Klaim Tewaskan Kepala Staf Perang Iran dalam Serangan Udara di Teheran
Namun, keputusan akhir masih menunggu persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Iran.
Situasi ini mendorong Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio meminta China untuk turun tangan, mengingat hubungan erat negara itu dengan Iran dan ketergantungannya terhadap jalur energi dari Selat Hormuz.
“Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka mengenai hal itu, karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka,” kata Rubio dalam wawancara dengan Fox News, dikutip Senin (23/6/2025).
Ancaman penutupan Selat Hormuz memunculkan kekhawatiran besar terhadap pasokan energi global.
Data Badan Informasi Energi AS tahun 2024 mencatat sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari, atau 20% dari konsumsi global, melintasi jalur tersebut.
Harga minyak dunia pun melonjak lebih dari 2% menyusul serangan AS ke Iran.
Menurut Goldman Sachs dan firma konsultan Rapidan Energy, harga minyak dapat menembus US$100 per barel jika penutupan Selat Hormuz berlangsung lama.
Baca Juga: Serangan Udara Israel Tewaskan Dua Jenderal Tertinggi Iran, Ketegangan Memuncak
Meski begitu, analis JPMorgan menyatakan bahwa kemungkinan Iran benar-benar menutup jalur tersebut cukup kecil, karena akan dianggap sebagai tindakan perang oleh Amerika Serikat.
“Menutup selat akan menjadi bunuh diri ekonomi bagi Iran karena ekspor minyak Iran,” tambah Rubio.
“Itu juga akan jauh lebih merugikan ekonomi negara lain daripada ekonomi kita,” ujarnya.
“Menurut saya, itu akan menjadi eskalasi besar-besaran yang akan membutuhkan respons, tidak hanya dari kita, tetapi juga dari negara lain.”
Iran saat ini merupakan produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, dengan produksi harian mencapai 3,3 juta barel.
Sebagian besar ekspor minyaknya, yaitu sekitar 1,84 juta barel per hari, dikirim ke China. Sekitar 50% impor minyak mentah China melewati wilayah Teluk Persia.
“Itu akan menjadi luka yang ditimbulkan sendiri: menutup Selat itu akan menghentikan aliran ekspor minyak mentahnya ke China, menghentikan aliran pendapatan utama,” jelas Matt Smith, analis minyak utama di Kpler.
Di sisi lain, pelaku pasar menilai Angkatan Laut AS dapat mengatasi upaya Iran menutup Selat Hormuz. Namun, para ahli memperingatkan agar risiko ini tidak diremehkan.
“Menurut pandangan kami, mereka dapat mengganggu pengiriman melalui Hormuz lebih lama dari yang diperkirakan pasar,” ungkap Bob McNally, pendiri Rapidan Energy dan mantan penasihat energi Presiden George W. Bush.
“Pengiriman dapat terganggu selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,” tambahnya.
“AS pada akhirnya akan menang, tetapi itu tidak akan mudah.”
Baca Juga: Ketegangan Memuncak, Iran Luncurkan Ratusan Drone ke Wilayah Israel
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















