Faktakalbar.id, SANGGAU – Sudah hampir satu dekade sejak aktivitas ekspor impor resmi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat, dihentikan sejak peresmiannya pada 2015. Penutupan jalur resmi ini berdampak besar pada pelaku usaha di kawasan perbatasan. Akibatnya, aktivitas perdagangan ilegal melalui jalur tikus seperti hutan dan jalan setapak pun meningkat.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pedagang Perbatasan Indonesia (AP3I), H. Raden Thalib HS, menyatakan keresahan yang dirasakan oleh para pelaku usaha. “Sudah 10 tahun terakhir aktivitas ekspor impor ditutup. Akibatnya, perdagangan ilegal terjadi dan melibatkan warga serta oknum institusi tertentu,” ujarnya, tanpa merinci pihak-pihak yang terlibat.
Baca Juga: Dorong Entikong Jadi Kawasan Ekonomi Khusus, Pengusaha Minta Presiden Prabowo Tinjau Ulang PLBN
Ia menegaskan, sejak pembangunan PLBN Entikong ditetapkan sebagai proyek strategis nasional pada 2015, aktivitas perdagangan resmi di kawasan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Ini yang menjadi penyebab utama maraknya perdagangan ilegal,” lanjutnya.
Raden Thalib menilai, mandeknya ekonomi di perbatasan Entikong turut memukul masyarakat yang menggantungkan hidup dari perdagangan. “Kami masih ingat saat Presiden Joko Widodo meresmikan PLBN. Saat itu beliau menjanjikan akan segera membuka kran ekspor impor. Sayangnya, sampai hari ini belum terealisasi,” katanya.
Untuk itu, pada 9 Mei 2025 lalu, AP3I menemui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut hadir pula H. Agung Mulyana (Penasihat AP3I), H. Endang Kusumayadi (Pembina), dan Nasiyin (Humas). Dari pihak pemerintah hadir Sekretaris Jenderal Perdagangan dan Direktur, serta perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Triharsono.
“Kami menyampaikan langsung bagaimana kondisi ekonomi di PLBN Entikong yang semakin merosot. Harapan kami, pemerintah segera membuka kembali aktivitas ekspor impor secara resmi,” ujar Raden Thalib yang juga dikenal sebagai tokoh masyarakat Entikong.
Menanggapi pertanyaan terkait aktivitas ilegal, Raden Thalib menjelaskan bahwa hal itu tidak terhindarkan karena absennya jalur resmi. “Bayangkan saja, gula dan komoditas lain bisa ditemukan di jalan setapak atau hutan. Itu semua dari jalur perdagangan ilegal,” ungkapnya. Ia menambahkan, masyarakat terpaksa melakukan itu demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Raden Thalib berharap pemerintah segera bertindak untuk mengatasi kondisi ini. “Dengan dibukanya kembali jalur ekspor impor, tentu akan memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pajak dari para pelaku usaha juga bisa menjadi pemasukan bagi negara,” tutupnya. (ami)
Baca Juga: Akhiri 50 Hari KKN di Perbatasan Entikong, Mahasiswa UGM Minta Pemkab Sanggau Perhatikan 4 Hal Ini
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















