Bahaya utama dari megathrust adalah gempa besar dan tsunami raksasa. Namun, hingga saat ini, para pakar, baik dari dalam maupun luar negeri, menyatakan bahwa gempa yang bersumber dari megathrust belum bisa diprediksi secara akurat.
Daryono, dalam cuitannya di platform media sosial X (dulu Twitter), menegaskan bahwa meskipun gempa dari dua megathrust di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu, hal tersebut bukan berarti kejadiannya dapat diprediksi kapan tepatnya akan terjadi.
“Karena kejadian gempa memang belum dapat diprediksi, sehingga kami pun tidak tahu kapan akan terjadi. Kami katakan ‘menunggu waktu’ hal itu karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release (tinggal segmen tersebut yang belum lepas),” urai Daryono.
Ia juga menekankan bahwa ‘tinggal menunggu waktu’ tidak berarti gempa akan segera terjadi dalam waktu dekat.
“Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian,” jelas Daryono.
Selain itu, pakar geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, juga mengungkapkan bahwa kondisi megathrust yang ada di dasar lautan sangat kompleks, sehingga memprediksi waktu tepatnya sangat sulit.
“Kalau memprediksi waktu tepatnya itu tidak ada yang bisa, atau mungkin belum ada yang bisa, karena sangat kompleks,” jelas Heri.
Meski demikian, Heri menjelaskan bahwa gempa memiliki sebuah siklus yang terjadi setiap ratusan tahun sekali. Misalnya, untuk zona megathrust di Sumatera dan Jawa, menurutnya ada gempa yang memiliki siklus setiap 200 hingga 250 tahun sekali.
“Setelah perulangan 200-an tahun, tidak tepat 200 tahun, 225 atau 230 tahun, itu bisa terjadi kembali, karena gempa itu bersiklus,” tuturnya.
Dengan peringatan ini, masyarakat di kawasan rawan diimbau untuk selalu waspada dan mengikuti perkembangan informasi dari BMKG serta pihak berwenang lainnya. (mro)