Karena dinilai tidak transparan dalam seleksi dan penetapan petugas haji tingkat nasional maupun daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kementerian Agama (Kemenag) membuat regulasi baru dan melakukan seleksi ketat .
“Salah satu contoh yang kita sampaikan tentang efisiensi internal. Temuan kita bilang penetapan petugas haji tidak optimal dan tidak transparan untuk dua, terutama petugas pembimbing ibadah haji baik yang di Arab Saudi, di kloter, dan tim pembimbing haji daerah,” kata Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (27/1).
Menurut Pahala, seleksi dan regulasi yang jelas ini dilakukan untuk mengurangi kecurangan dalam keberangkatan haji. Dia menyoroti soal keluarga kepala daerah yang semestinya tidak pergi haji, namun bisa berangkat karena minimnya regulasi dan pengawasan. “Kita bilang ini beban kerjanya dilihat sehingga kita tahu berapa orang ini sebenarnya. Yang daerah juga diseleksi, jangan karena ini daerah maka kepala daerah dan keluarganya ikut,” ujar Pahala.
Pahala mengatakan KPK mendorong Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) untuk memilah calon petugas haji sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. “Sekarang kita minta Dirjen PHU untuk buat regulasi dan ini sudah dibuat karena kita tahu ini dampaknya besar. Kebiasaan yang bertahun-tahun yang atas dinas ini tim pembimbing haji daerah ini sekarang sudah diseleksi berdasarkan kompetensi,” jelas Pahala.
KPK dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengadakan pertemuan perihal penyelenggaraan biaya haji pada 2023. KPK pun menyoroti wacana kenaikan biaya haji sebesar Rp 69 juta yang membuat masyarakat terkejut. “Ketika Kemenag mengumumkan rencana ONH (ongkos naik haji) di 2023 senilai Rp 69 juta mungkin masyarakat merasa terkejut,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK.