Jakarta- Kejaksaan Agung bereaksi keras setelah mendapati pengaduan dan keluhan sejumlah komponen masyarakat dan praktisi hukum. Kepala Kejaksaan Neeri (Kajari) Lahat, Sumatera Selatan dicopot dan tim jaksa penuntut nya dinonaktifkan gegara menuntut ringan dua pelaku perkosaan terhadap anak.
Dampak penuntutan ringan itu, majelis hakim menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap dua pemerkosa anak di bawah umur. Dua pelaku itu adalah OH (17) dan MAP (17) serta GA (18). Namun GA saat ini masih dalam proses penyidikan di Satreskrim Polres Lahat.
Awalnya jaksa menuntut 7 bulan penjara, dan divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Lahat lebih tinggi dari tuntutan jaksa, 10 bulan.Namun vonis dan tuntutan itu tetap dikritik sejumlah pihak.Pemerkosaan disertai penganiayaan itu terjadi pada Sabtu (29 Oktober 2022), di sebuah tempat kos di Lahat.Kasus ini pun disidangkan di Pengadilan Negeri Lahat.
Jaksa menuntut kedua pelaku dengan 7 bulan penjara, kemudian pada sidang putusan, majelis hakim memutus dua pelaku pemerkosaan berinisial OH dan MAP bersalah melanggar undang-undang yang mengatur tentang persetubuhan terhadap anak di bawah umur dan dipenjara 10 bulan.
Ayah korban tidak terima atas vonis tersebut. Ayah korban kemudian mengunggah sebuah video. Dalam video itu, ayah korban meminta bantuan keadilan kepada berbagai pihak, khususnya kepada Presiden Jokowi.”Saya orang tua korban pemerkosaan dan tindak kekerasan. Hukuman ini tidak sebanding dengan penderitaan dan akibatnya terhadap anak saya, trauma seumur hidup,bagaimana kalau anak Anda saja yang dirusak. Saya sebagai rakyat miskin memohon keadilan kepada Bapak Presiden,” kata ayah korban,Kamis (5/1).
Merespons hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan hasil eksaminasi pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan atas vonis 10 bulan penjara itu. Kejagung meminta agar jaksa mengajukan banding karena vonis itu dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.
“Hasil eksaminasi menunjukkan surat tuntutan jaksa penuntut umum kurang mencerminkan dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat sehingga menimbulkan reaksi yang masif di berbagai platform media dan masyarakat, termasuk keluarga,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (9/1).