Agar Anak Tak Tumbuh Jadi Sosok Patriarki, Terapkan 5 Pola Asuh Ini Sejak Dini

"Ingin memutus rantai budaya patriarki? Simak 5 teknik parenting sederhana ini agar anak tumbuh menjunjung kesetaraan, menghargai pasangan, dan bebas dari maskulinitas toksik."
Ingin memutus rantai budaya patriarki? Simak 5 teknik parenting sederhana ini agar anak tumbuh menjunjung kesetaraan, menghargai pasangan, dan bebas dari maskulinitas toksik. (Dok. Ist)

Faktakalbar.id, LIFESTYLE – Budaya patriarki seringkali tanpa sadar “diwariskan” dari rumah.

Anggapan bahwa laki-laki harus selalu dominan dan tidak boleh menangis, atau perempuan harus selalu melayani dan urusan dapur semata, kerap tertanam melalui kebiasaan kecil sehari-hari.

Padahal, mendidik anak dengan nilai kesetaraan bukan hanya tentang membela hak perempuan, tetapi juga membebaskan anak laki-laki dari beban maskulinitas toksik (toxic masculinity).

Sebagai orang tua, Anda memegang kunci utama untuk memutus rantai ini.

Baca Juga: Masih Percaya “Bau Tangan”? Ini 5 Mitos Parenting Indonesia yang Harus Ditinggalkan

Agar anak tumbuh menjadi pribadi yang menghargai kesetaraan dan humanis saat dewasa, berikut adalah 5 teknik parenting yang bisa diterapkan mulai hari ini:

1. Normalisasi Pekerjaan Rumah sebagai Life Skill, Bukan Gender

Hapus label bahwa menyapu, memasak, atau mencuci piring adalah tugas anak perempuan, sementara mengangkat galon atau membetulkan genteng adalah tugas anak laki-laki.

Libatkan semua anak, apa pun jenis kelaminnya, dalam seluruh urusan domestik.

Ajarkan kepada anak laki-laki Anda bahwa bisa memasak dan mencuci baju sendiri adalah kemampuan bertahan hidup (life skill) dasar, bukan bentuk “membantu ibu”.

Dengan begitu, saat dewasa mereka tidak akan menganggap istri atau pasangannya sebagai pelayan pribadi, melainkan mitra yang setara.

2. Validasi Emosi Anak Laki-laki

Salah satu akar patriarki adalah anggapan bahwa laki-laki harus kuat, tidak boleh cengeng, dan anti-perasaan.

Frasa “anak cowok enggak boleh nangis” justru mengajarkan mereka untuk menekan emosi dan berpotensi meledak menjadi perilaku agresif di kemudian hari.

Izinkan anak laki-laki Anda untuk bersedih, menangis, dan merasa takut.

Validasi perasaan mereka dengan kalimat seperti, “Adik sedih ya? Tidak apa-apa menangis.”

Dengan memahami emosi sendiri, mereka akan tumbuh menjadi pria dewasa yang memiliki empati tinggi dan mampu menghargai perasaan perempuan.

3. Bebaskan Minat dan Mainan Tanpa Kotak Gender

Jangan batasi imajinasi anak dengan kotak “mainan cowok” dan “mainan cewek”.

Biarkan anak perempuan bermain lego atau mobil-mobilan untuk melatih spasialnya, dan biarkan anak laki-laki bermain boneka untuk melatih naluri mengasuh (nurturing) dan empati.

Membatasi minat anak hanya akan membuat mereka berpikir bahwa ada peran-peran tertentu yang “haram” disentuh oleh gender tertentu.

Kebebasan ini akan membuat mereka percaya bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi apa saja, mulai dari insinyur hingga perawat.

4. Jadilah Role Model yang Nyata di Rumah

Anak adalah peniru ulung.

Nasihat Anda tidak akan efektif jika perilaku Anda menunjukkan sebaliknya.

Jika Anda ingin anak menghargai kesetaraan, tunjukkanlah lewat interaksi Ayah dan Ibu di rumah.

Biarkan anak melihat Ayah yang tidak ragu menyapu lantai atau mengurus bayi, dan Ibu yang berdaya mengambil keputusan penting atau memperbaiki keran bocor.

Kerjasama yang setara antara orang tua adalah kurikulum terbaik bagi anak untuk memahami arti saling menghormati dalam sebuah hubungan.

5. Ajarkan Konsep Konsensus dan Menghargai Kata “Tidak”

Pondasi anti-patriarki adalah penghormatan terhadap otonomi tubuh orang lain.

Ajarkan anak sejak dini bahwa tubuh mereka adalah milik mereka, dan tubuh orang lain adalah milik orang tersebut.

Jika teman atau saudaranya berkata “tidak” atau “jangan”, mereka harus berhenti.

Mengajarkan anak menerima penolakan tanpa memaksakan kehendak akan mencegah mentalitas penguasa atau perilaku memaksakan dominasi saat mereka dewasa nanti.

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id