Kedaulatan di Tangan Partai? MK Tegaskan Rakyat Tak Bisa Pecat Wakilnya Sendiri

"Harapan agar rakyat punya taring untuk mengevaluasi wakil rakyat pupus. MK tolak gugatan mahasiswa, tegaskan nasib kursi anggota DPR sepenuhnya milik partai, bukan konstituen."
Harapan agar rakyat punya taring untuk mengevaluasi wakil rakyat pupus. MK tolak gugatan mahasiswa, tegaskan nasib kursi anggota DPR sepenuhnya milik partai, bukan konstituen. (Dok. Ist)

Baca Juga: Putusan MKMK Pertegas: Klaim Kawasan Hutan Wajib Berdasarkan Penetapan, Penyitaan Sawit Cacat Hukum

Partai di Atas Konstituen?

Argumen Mahkamah dalam penolakan ini menjadi sorotan.

Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa peserta pemilu adalah partai politik, bukan perorangan.

Oleh karena itu, logika MK menyimpulkan bahwa hak untuk menarik atau memecat anggota dewan secara mutlak adalah milik partai politik, bukan konstituen yang mencoblos nama caleg tersebut di bilik suara.

“Keinginan para Pemohon agar konstituen di daerah pemilihan diberi hak yang sama dengan partai politik… pada dasarnya tidak sejalan dengan demokrasi perwakilan,” ujar hakim dalam pertimbangannya.

Pernyataan ini seolah mengukuhkan kritik lama bahwa anggota DPR lebih berperan sebagai “petugas partai” ketimbang “wakil rakyat”.

Loyalitas anggota dewan secara sistemik dipaksa untuk condong kepada pimpinan partai yang memegang tiket recall, daripada kepada rakyat yang memberikan suara.

Solusi MK Dinilai Normatif

MK menyarankan jika rakyat tidak puas dengan kinerja anggota DPR, mereka bisa mengadu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atau melapor ke partai politik yang bersangkutan.

Solusi ini dinilai banyak pihak terlalu normatif dan sulit diimplementasikan, mengingat MKD sendiri berisi sesama anggota dewan, dan partai politik cenderung melindungi kadernya selama tidak merugikan kepentingan partai.

Saran lain dari MK adalah “jangan pilih lagi di pemilu berikutnya”.

Namun, menunggu lima tahun untuk menghukum wakil rakyat yang bermasalah dianggap terlalu lama dan membiarkan kerugian negara terus terjadi.

Gugatan yang diajukan oleh Ikhsan Fatkhul Azis dan rekan-rekan mahasiswa ini sejatinya membawa semangat agar kedaulatan rakyat tidak hanya terjadi lima menit di bilik suara.

Namun, palu hakim konstitusi telah diketuk: tiket kursi DPR adalah milik partai, dan rakyat harus berpuas diri hanya sebagai pemberi suara, bukan pemegang kendali.

Baca Juga: Niat Menuntut Ilmu Berujung Duka, Siswa SMK 1 Mandor Tewas di Kolong Truk

(*Mira)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id