Faktakalbar.id, BOGOR – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, memberikan pemaparan terkait penanggulangan bencana di hadapan ratusan Kadet (mahasiswa) Universitas Pertahanan.
Kegiatan ini berlangsung di Aula Merah Putih, Kampus Bela Negara Universitas Pertahanan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/11/2025).
Baca Juga: BNPB Wakili Indonesia di Forum COPPER, Tekankan Integrasi Respon Pandemi dan Adaptasi Iklim
Dalam pemaparannya, Kepala BNPB berharap para mahasiswa di universitas tersebut dapat menjadi kader dalam penanggulangan bencana di masa depan.
“Semoga setelah ini adik-adik dapat menjadi kader dalam penanggulangan bencana,” ucap Suharyanto.
Pada kesempatan ini, Suharyanto menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang indah, namun memiliki risiko bencana yang tinggi.
“Meski alamnya indah, Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Dari Sabang sampai Merauke sering terjadi bencana,” kata Kepala BNPB.
Ia pun menyampaikan data kejadian bencana terbaru hingga 6 November 2025 di wilayah Indonesia. Menurutnya, meski jumlah kejadian bencana tetap tinggi, dampaknya kini dapat dikurangi.
“Hari ini 2.746 kejadian bencana yang terbanyak adalah banjir, longsor dan cuaca ekstrem. Jumlah korban jiwa dan kerugian materialnya menurun dalam lima tahun terakhir. Bencananya tidak bisa dikurangi, tapi dampaknya bisa kita kurangi,” tuturnya.
Kepala BNPB kemudian mengungkap tiga tugas dan fungsi utama dari BNPB, yakni sebelum, saat, dan pascabencana.
“Intinya BNPB mempunyai fungsi ada tiga, sebelum terjadi bencana BNPB dengan seluruh pihak melakukan fungsi meningkatkan ketangguhan masyarakat dan daerah, saat terjadi bencana BNPB memegang fungsi komando, kemudian pascabencananya atau rehabilitasi rekonstruksinya kita menjadi pelaksana,” ungkap Suharyanto.
Selanjutnya, ia berharap agar para kadet dan mahasiswa untuk mempelajari kearifan lokal dari nenek moyang. Menurutnya, tidak sedikit kearifan lokal yang dapat menjadi salah satu kunci dari pencegahan dampak bencana.
“Seperti rumah gadang dan Omo Hada sebagai kearifan lokal kunci mitigasi, yang terbukti tidak hancur saat gempa melanda wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara,” ujarnya.
Selain itu, ia mencontohkan mitigasi tsunami berbasis vegetasi hutan pantai di sempadan pantai yang sangat efektif mengurangi tinggi gelombang, seperti yang terjadi di Tanjung Lesung saat Tsunami Gunung Anak Krakatau pada Tahun 2018.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















