Opini  

Menyatukan Ilmu, Masyarakat, dan Alam: Jejak BoSAN UNIMAS–UNTAN 2025

Kolaborasi BoSAN UNIMAS–UNTAN 2025 yang menyatukan akademisi, komunitas, dan teknologi QR-coded seedling untuk menjaga ekosistem mangrove di Borneo.
Kolaborasi BoSAN UNIMAS–UNTAN 2025 yang menyatukan akademisi, komunitas, dan teknologi QR-coded seedling untuk menjaga ekosistem mangrove di Borneo. Foto: HO/Faktakalbar.id

OPINI – Pagi yang lembab di dermaga Bako National Park, Sarawak, menjadi saksi pertemuan para ilmuwan, mahasiswa, pegiat lingkungan, dan komunitas lokal dalam sebuah inisiatif bersejarah: The BoSAN UNIMASUNTAN 2025 International Strategic Partner Initiative.

Di balik papan selamat datang yang sederhana, tersimpan semangat besar: memperkuat jembatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kearifan lokal untuk menjaga ekosistem mangrove yang kian terhimpit tantangan global.

BoSAN Borneo Satellite Network adalah sebuah kerangka kolaborasi yang tidak hanya menghubungkan universitas lintas negara, tetapi juga menjalin simpul antara sains dan masyarakat.

Kehadiran Universiti Malaysia Sarawak (UNIMAS) dan Universitas Tanjungpura (UNTAN) di ruang konservasi Bako adalah bukti nyata bahwa ilmu pengetahuan akan lebih bermakna jika berpijak pada bumi yang sama dipijak oleh komunitas lokal.

Mangrove: Sabuk Hijau yang Terabaikan

Mangrove adalah benteng pertama kita melawan krisis iklim. Akar-akar yang mencengkeram lumpur menjaga garis pantai dari abrasi, menyimpan karbon dalam jumlah besar, sekaligus menjadi rumah bagi ikan, kepiting, dan burung air.

Namun, di banyak tempat, hutan mangrove justru tergerus alih fungsi lahan, reklamasi, maupun penebangan tak terkendali.

Indonesia dan Malaysia, dua negara dengan garis pantai panjang dan biodiversitas tinggi, memikul tanggung jawab besar.

Di sinilah BoSAN hadir, sebagai wahana berbagi pengalaman pengelolaan mangrove lintas batas.

Apa yang terjadi di Sarawak akan menjadi cermin bagi Kalimantan Barat; begitu pula sebaliknya.

Sains Bertemu Kearifan Lokal

Salah satu inti dari BoSAN UNIMAS–UNTAN 2025 adalah pertukaran iptek dalam pengelolaan sumber daya alam.

Tetapi inisiatif ini tidak berhenti pada riset laboratorium atau publikasi akademik.

Yang lebih penting, ia melibatkan masyarakat pesisir sebagai aktor utama.

Di Bako, mahasiswa dan peneliti belajar bersama warga tentang cara menyeleksi bibit mangrove, menanam di areal pasang surut, hingga menjaga keberlanjutannya.

Sebaliknya, komunitas lokal mendapatkan pemahaman baru tentang pentingnya kualitas bibit, teknologi perbanyakan, dan penggunaan sistem digital untuk memantau pertumbuhan.

Pertukaran ini menciptakan simbiosis: sains memperkuat kearifan lokal, dan kearifan lokal menajamkan arah riset.

Agenda Global, Aksi Lokal

Inisiatif ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-13 (aksi iklim), ke-14 (ekosistem laut), dan ke-15 (ekosistem daratan).

Selain itu, ia mendukung komitmen nasional dalam FOLU Net Sink 2030 di Indonesia maupun agenda hijau Sarawak.

Dalam sambutannya, pimpinan UNIMAS menekankan bahwa BoSAN adalah platform strategis yang menyatukan akademisi, birokrat, dan komunitas global dalam isu krisis iklim dan konservasi.

Hal serupa ditegaskan pihak UNTAN: bahwa kerjasama ini bukan hanya seremonial, melainkan investasi jangka panjang dalam membangun kapasitas generasi muda di Borneo.

Dari Bibit ke Harapan

Salah satu sesi lapangan dalam program ini adalah training on mangrove seedling preparation and planting. Bibit mangrove tidak sekadar tanaman muda, melainkan simbol harapan.

Setiap bibit yang ditanam adalah janji bahwa pantai tidak akan mudah terkikis, bahwa ikan-ikan kecil punya ruang untuk bertelur, dan bahwa masyarakat pesisir memiliki benteng alami menghadapi badai.

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id