Persoalan ini, menurut Prabowo, tidak hanya terjadi pada komoditas kelapa sawit.
Ia juga menyinggung sektor pangan lain di mana pemerintah telah memberikan berbagai subsidi, mulai dari pupuk, alat pertanian, hingga beras.
Baca Juga: Disanksi Denda Rp40,88 M, Produsen Bimoli Ajukan Keberatan
Namun, ironisnya, harga pangan seringkali masih sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.
Prabowo menilai, berbagai kejanggalan ini muncul karena adanya distorsi dan penyimpangan dalam sistem ekonomi yang dianut.
Ia mengkritik bahwa Indonesia telah mengabaikan amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 yang mengatur bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Keanehan-keanehan ini bisa terjadi karena ada distorsi dalam sistem ekonomi kita. Ada penyimpangan bahwa sistem ekonomi yang diamanat UUD 1945 terutama di pasal 33 ayat 1,2, dan 3 telah kita abaikan,” tegasnya.
Presiden menyayangkan adanya anggapan bahwa pasal-pasal fundamental tersebut sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman modern.
“Seolah ayat-ayat itu tidak relevan dalam kehidupan kita yang modern di abad 21 ini,” imbuhnya.
Pernyataan ini menjadi pengingat keras bahwa tantangan ekonomi Indonesia, termasuk ironi kelangkaan minyak goreng, berakar pada masalah sistemik yang membutuhkan perhatian serius agar tidak terulang kembali di masa depan.
Baca Juga: Satgas Pangan Polres Ketapang Cek Stok, Harga, dan Takaran Minyakita di Pasar dan Distributor
(*Red)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id