Dilema Sawit Indonesia: Kejar Ekspor AS Senilai US$19,5 Miliar atau Prioritaskan Energi B50?

Ilustrasi buah segar kelapa sawit - dilema industri kelapa sawit Indonesia antara memenuhi kebutuhan ekspor dan program biodiesel B50 untuk ketahanan energi nasional.
Ilustrasi buah segar kelapa sawit - dilema industri kelapa sawit Indonesia antara memenuhi kebutuhan ekspor dan program biodiesel B50 untuk ketahanan energi nasional. (Dok. Ist)

Namun, pasokan bahan baku untuk biodiesel akan terancam, menggoyahkan fondasi energi nasional yang sedang dibangun.

Diperlukan skema insentif yang adil bagi petani dan industri hilir agar tidak ada yang dirugikan.

Secara makroekonomi, intervensi melalui B50 diyakini dapat menstabilkan harga CPO menjelang 2026.

Program ini juga bisa menjadi “bantalan” untuk menyerap surplus produksi yang berpotensi tertekan oleh tarif impor baru dari AS sebesar 19% yang berlaku mulai Agustus 2025.

Baca Juga: Langkah Cepat Hilirisasi Sawit, Pemerintah Siapkan Skema untuk Petani Muda

Namun, dari sisi lingkungan dan sosial, ekspansi sawit untuk memenuhi dua kebutuhan raksasa ini ekspor dan B50 berisiko memperparah deforestasi dan konflik agraria jika tidak diimbangi dengan tata kelola yang berkelanjutan.

Pada akhirnya, kebijakan terkait sawit untuk ekspor dan energi domestik akan menjadi penentu tren harga CPO, klaim keberlanjutan industri, dan masa depan energi hijau Indonesia.

Jika salah langkah, kebijakan ini bisa menjadi bumerang yang menciptakan kesenjangan antara target ekonomi dan kelestarian ekologis.

(*Red)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id

advertisements