PONTIANAK- Akademisi, praktisi, komunitas, masyarakat dan pemerintah sepakat mengusulkan pembentukan Kelompok Kerja Tata Kelola Gambut Kota Pontianak. Usulan itu merupakan bentuk konkret hasil diskusi terfokus bertema “Tata Kelola Kawasan Gambut, Menjawab Tantangan Banjir dan Kebakaran Lahan di Kota Pontianak” yang digelar Bappeda Kota Pontianak, Kamis (21/11).
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Farah Diba mengungkapkan pengelolaan lahan gambut membutuhkan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, swasta, masyarakat, dan lembaga internasional. Pendekatan yang holistik dan berbasis ilmu pengetahuan harus diterapkan untuk memastikan keberlanjutan lahan gambut.
Ia mengungkapkan ada beberapa peran penting lahan gambut di Kota Pontianak. Mulai dari pencegahan banjir dan pengelolaan air, mitigasi kebakaran lahan, pengurangan emisi gas rumah kaca, hingga dimanfaatkan menjadi ekowisata.
“Tata kelola gambut ke depan harus meliputi perlindungan lahan gambut yang masih utuh, restorasi lahan yang terdegradasi, serta penerapan praktik berkelanjutan di kawasan budidaya,” katanya.
Sementara Guru Besar Fakultas Kehutanan Untan, Prof Gusti Hardiansyah menerangkan Kota Pontianak setidaknya memiliki tiga Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Ketiganya adalah KHG Sungai Kapuas-Sungai Ambawang (lintas wilayah Pontianak, Kubu Raya dan Sanggau); KHG Sungai Kapuas-Sungai Mandor (lintas wilayah Pontianak, Kubu Raya, Sanggau dan Landak), dan; KHG Sungai Punggur Besar-Sungai Kapuas (lintas wilayah Pontianak dan Kubu Raya). Pendekatan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di dalamnya menjadi penting.
“Pemprov Kalbar, Pemkot Pontianak, perguruan tinggi, civil society organization, swasta dan masyarakat harus memiliki keterlibatan dalam agenda aksi perlindungan, pemanfaatan, pengendalian dan restorasi ekosistem gambut,” kata pengurus Pokja REDD+ Kalbar ini.