Pengamat Soroti Terdakwa Korupsi Waterfront Sambas Mangkir saat Sidang, Tegaskan Proses Hukum Harus Transparan

Pengamat hukum dan kebijakan publik Herman Hofi Munawar dan rekan. Foto : Istimewa

Berdasarkan informasi yang diterima, ada 9 poin fakta persidangan yang disampaikan Hermansyah kepada Kejati Kalbar.

Adapun, poin-poin fakta persidangan yang disampaikan adalah sebagai berikut :

Pertama, Hermansyah mendapatkan informasi pengerjaan proyek renovasi kawasan Waterfront Sambas tahun anggaran 2022 dari Suhaidi. Kemudian Suhaidi bermaksud untuk mengerjakan proyek tersebut, dengan meminjam CV. Zee Indo Artha milik Hermansyah.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Hermansyah dan Suhaidi membuat kesepakatan peminjaman bendera CV. Zee Indo Artha yang ditandatangani bersama. Ketika itu, Suhaidi beralasan kepada Hermansyah bahwa dirinya sedang sakit.

Kedua, dalam kesepakatan peminjaman bendera, Hermansyah hanya menandatangani berkas-berkas perusahaan, seperti dokumen-dokumen kontrak terkait pekerjaan Waterfront Sambas.

Sementara, Suhaidi mengurusi semua pekerjaan di lapangan dari mulai pendanaan terkait pengadaan barang-barang pekerjaan, peminjaman alat berat seperti eksavator, crane, ponton dan sebagainya. Metode kerja sampai ke hal-hal teknis lainnya, seperti penunjukan site manager dan tukang-tukang yang bekerja di lapangan menjadi tanggung jawab Suhaidi sebagai peminjam perusahaan.

Ketiga, terkait dengan kasus ini adalah adanya pemutusan kontrak yang dilakukan oleh PPK Dinas PUPR Kalbar selaku pengguna anggaran. Sementara penyedia, dalam hal ini CV. Zee Indo Artha menyatakan masih siap untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, walaupun harus mengalami kerugian dengan membayar denda keterlambatan.

Namun, PPK Dinas PUPR Kalbar tetap memutus kontrak pada pekerjaan tersebut. Padahal, seharusnya pekerjaan masih bisa tetap dikerjakan walaupun melewati tahun anggaran 2022.

Keempat, dalam pekerjaan Waterfront Sambas pernah terjadi pergantian PPK dari Erwin Supriadi diganti Marselinus K Beby pada September 2022 dengan tidak melalui mekanisme addendum.

Sementara pada agenda persidangan tersebut Pak Nosin sebagai ahli yang dihadirkan JPU menyatakan, bahwa setiap adanya perubahan di dalam kontrak, termasuk pergantian PPK harus melalui proses addendum terlebih dahulu.

Kelima, fakta yang disampaikan selama persidangan adalah longsor yang terjadi pada pekerjaan, salah satunya dikarenakan adanya keadaan kahar berupa angin kencang di daerah tersebut, dan dibuktikan dengan laporan dari BMKG Sambas.

Keenam, pada sidang tindak pidana korupsi pekerjaan renovasi kawasan Waterfront Sambas pada agenda saksi-saksi ahli yang meringankan menyatakan bahwa perkara ini adalah ranah perdata.

Ketujuh, penyebab timbulnya kerugian negara yang didakwaan Kejari Sambas kepada Direktur CV. Zee Indo Artha Hermansyah sebagai pemenang tender proyek adalah dikarenakan adanya pengalihan pekerjaan sebagian/seluruhnya kepada orang lain, yang mengakibatkan adanya kesalahan metode kerja, sehingga pekerjaan tersebut tidak terlaksana sebagaimana mestinya.

Kedelapan, seharusnya sanksi yang dibebankan kepada perusahaan pelaksana pekerjaan adalah sanksi perdata berupa pengembalian kerugian negara dengan mekanisme ganti rugi, yakni memperbaiki kawasan rusak akibat longsor.

Kemudian poin kesembilan, berdasarkan fakta persidangan, ahli menilai laporan inspektorat yang menjadi dasar dakwaan ini berkedudukan sebagai bukti yang kurang sempurna, perlu didukung dokumen-dokumen lain, saksi yang menguatkan dan membenarkan dakwaan tersebut.

Dalam keterangannya, ahli menyampaikan dasar yang disajikan pada persidangan harus merupakan bukti yang sempurna, sehingga tidak terbantahkan dan bisa menjadi dasar hakim memutus perkara tersebut.

Adapun pada perkara tipikor, salah satu bukti yang sempurna adalah surat keputusan dari BPK RI sebagaimana amanat dari UUD pasal 23E, Undang-undang 15 tahun 2004 tentang BPK, pasal 13 Peraturan BPK, dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2016 angka 6. Sehingga pada kesimpulannya, saksi ahli menyatakan bahwa setiap declare tanpa melalui BPK sebagai badan yang diamanahkan oleh negara berakibat tidak sempurna.***