“Tapi teknis penegakan hukumnya ada pada penyidik,” ucap Ujang.
Sementara itu, Kombes Pol Farman Dirreskrimsus Polda Jatim mengungkap sejak Maret 2021 lalu, pihaknya sudah memberi perintah untuk melakukan penertiban terhadap tambang yang tidak memiliki izin.
“Sebenarnya kami memberikan sedikit keringanan. Yakni, kami memberikan waktu 1 sampai 3 bulan kepada pengusaha tambang yang masih aktif untuk membuat izin. Tapi, jika tidak dilakukan ya kami akan tindak,” kata Farman waktu dikonfirmasi, Jumat (2/12).
Farman menjelaskan, setidaknya ada 32 laporan yang masuk ke Ditreskrimsus terkait tambang ilegal. Sementara jumlah pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu sebanyak 36 orang. “Sampai saat ini dalam kasus tambang ilegal ada 36 yang kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Farman.
Korupsi Sektor Pertambangan
Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali menyoroti praktik lancung di Indonesia. Kali ini giliran korupsi di sektor pertambangan yang disentil mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Hal ini disampaikan Mahfud dalam acara Sinkronisasi Tata Kelola Pertambangan Mineral Utama Perspektif Polhukam di Jakarta Pusat, Selasa (21/3/).
Dikutip dari CNBC, dalam acara itu, Mahfud ingat temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat Abraham Samad masih menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Periode 2013 hingga 2014, kata Mahfud, Abraham Samad menyatakan, jika korupsi di pertambangan bisa dihapus, maka setiap orang di Indonesia bisa mendapatkan uang sebesar Rp20 juta per bulan secara cuma-cuma.
“Itu ada informasi dari PPATK waktu itu, Abraham Samad mengatakan kalau saja di dunia pertambangan ini kita bisa menghapus celah celah korupsi, maka setiap kepala orang Indonesia itu setiap bulan akan mendapat uang 20 juta rupiah, tanpa kerja apa pun,” kata Mahfud.
“Saudara bayangkan berapa besar korupsi dunia pertambangan ini sejak saat itu dan sejak sebelumnya, mengapa kita melakukan Reformasi,” katanya. Namun, kata Mahfud, korupsi tidak hanya terjadi di pertambangan, tapi hampir seluruh sektor seperti kehutanan, perikanan, hingga pertanian. “Nah itu pertambangan, belum kehutanan, belum perikanan, belum pertanian, apalagi? Gilanya korupsi di negara kita ini,” katanya.
“Sehingga saya katakan, sekarang saudara noleh kemana aja ada korupsi kok. Noleh nih ke hutan ada korupsi di hutan, noleh ke udara ke pesawat udara ada korupsi di garuda, asuransi ada asuransi, koperasi korupsi, semuanya korupsi. Nah ini sebenarnya mengapa dulu kita melakukan reformasi,” katanya.
Pekerjaan Brigjen Pipit Rismanto juga akan semakin besar dikarenakan Kalbar memiliki cadangan Nukir cukup besar, sehingga Amerika Serikat tahun ini merencanakan mengucurkan dana riset sebesar US$9 juta.
Seperti yang pernah diberitakan Fakta Kalbar, Uranium ternyata terkait dengan tingginya kandungan Bauksit di Kalbar. Diklaim Kalbar memiliki cadangan Nuklir berupa Uranium yang terbilang cukup besar, dalam waktu dekat Amerika Serikat akan menerjunkan tim riset dengan pembiayaan sekitar US$ 9 Juta atau Rp134,6 Miliar.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi VII DPR, alat kelengkapan dewan yang membidangi penelitian, teknologi dan energi, Sugeng Suparwoto. Kepastian itu dinyatakan oleh Sugeng karena tim dari Amerika Serikat (AS) sudah berkunjung ke DPR pekan lalu. Dikatakan bahwa Negeri Paman Sam itu meminta izin untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kandungan uranium di Kalimantan Barat.
“Komisi VII hampir setiap bulan dikunjungi oleh berbagai pemangku kepentingan dari luar negeri. Terakhir kemarin dari AS, minggu lalu persisnya. Mereka menyampaikan riset dengan biaya kurang lebih US$9 juta (Rp134,6 miliar) di Kalbar,” ujar Sugeng dalam diskusi daring bertajuk Politik dan Strategi Menuju Net Zero Emission, Kamis (26/1).
Dalam acara itu, Sugeng juga menjelaskan mengapa Kalbar dipilih menjadi wilayah yang hendak dilakukan riset karena di Kalbar memiliki cadangan nuklir yang terbilang cukup besar. Namun, Sugeng tak menyebut berapa besarannya.
Ia menjelaskan Kalbar merupakan salah satu sumber bahan baku bauksit yang bisa diubah menjadi aluminium. Menurutnya, secara unsur kimiawi bauksit mengikat unsur lain di dalamnya. “Ternyata secara unsur kimiawi bauksit itu mengikat unsur-unsur lain termasuk uranium di dalamnya.” ungkap Sugeng.
Atas alasan itu, kata Sugeng, Indonesia berpotensi punya cadangan uranium yang bisa diolah sendiri. Terlebih, jika AS sudah terbilang serius untuk melakukan riset di wilayah Kalbar. “Tapi kita sama-sama tahu kalau as sudah sangat tertarik apalagi dengan proposal yang real. Minggu lalu tiga orang dari AS langsung didampingi dubes AS datang ke Komisi VII,” ujarnya.
Sementara itu, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menjelaskan sinyal membuka peluang untuk melanjutkan kerja sama nuklir dengan Rusia.”Yang jelas kami bekerja sama dengan semua pihak, kami bekerja sama dengan Rusia, Prancis, Kanada, AS, Jepang dan Korea. Jadi hampir semua negara yang memiliki teknologi itu (nuklir) kami bekerja sama. Dengan Rusia tidak menutup kemungkinan,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Bapeten Sugeng Sumbarjo di Jakarta pada bulan September tahun lalu.
Isu kerja sama dengan Rusia muncul ke permukaan usai pertemuan Joko Widodo dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Juni tahun lalu. Dalam pertemuan itu Putin disebut tertarik untuk bekerja sama di bidang pengembangan teknologi nuklir. 2022.
Putin menjelaskan di negaranya ada beberapa perusahaan teknologi yang diklaim sudah berpengalaman seperti Rosatom, bersedia terlibat dalam proyek bersama.
Di samping itu Kepala Bapeten juga mengungkap lokasi yang rencananya akan dibangun reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Sugeng menyebut Kalimantan Barat dan Bangka Belitung potensial menjadi PLTN meski masih diteliti oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). “Kalbar dan Babel yang potensial. Kalau lokasinya kami belum tahu persis di mana, masih diriset oleh BRIN,” ucapnya.
Bahkan dalam pemantauan Fakta Kalbar, baru-baru ini di bulan Maret, ada kunjungan Dubes dan tim Kedutaan Besar Rusia untuk Indonesia ke Kalbar.Apakah itu juga terkait keinginan Rusia dalam pengembangan teknologi nuklir ?.(rfk/int)