Berbeda dengan Jokowi, dalam konferensi pers bersama PM Kishida lebih menitikberatkan kepada isu kawasan dan global. Kishida menyatakan ia dan Jokowi telah berdiskusi terkait perkembangan baru dari Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Menurut Kishida, harus ada kerja sama kongkret yang dapat berkontribusi guna mewujudkan ASEAN outlook Indo-Pasifik. Kishida juga menyampaikan dukungan Jepang terhadap Presidensi KKT G20 di Bali pada akhir tahun mendatang.
“Dalam working lunch setelah konferensi pers bersama ini, kami akan mendiskusikan situasi kawasan, dan kerja sama internasional. Pembahasan situasi di kawasan antara lain agresi Rusia ke Ukraina, laut Cina Timur dan Selatan, kebijakan terhadap Korea Utara seperti isu nuklir, rudal dan isu penculikan, serta situasi Myanmar. Pembahasan kerja sama internasional antara lain pelucutan senjata serta peningkatan fungsi PBB,” ungkap PM Kishida.
Kishida juga menekankan kerja sama dalam hal peningkatan kemampuan keamanan maritim dalam rangka mengukuhkan perdamaian dan keamanan di kawasan laut yang mengelilingi Indonesia.
“Kemudian pada bulan depan, pasukan bela diri darat Jepang akan berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam latihan bersama multilateral Garuda Shield yang diselenggarakan di Indonesia. Kami mengharapkan kerja sama keamanan kedua negara termasuk pertukaran dalam bidang pertahanan akan berkembang lebih lanjut,” jelasnya.
Terkait investasi, Jepang ungkap PM Kishida telah berkomitmen untuk bekerja sama dalam bidang infrastruktur, dimana Jepang sedang memproses pinjaman senilai 43,6 miliar yen untuk proyek di bidang mitigasi bencana dan penyelesaian proyek pembangunan PLTA Pesangan.
Pakar ASEAN LIPI Adriana Elizabeth mengatakan perbedaan isu yang ditekankan oleh kedua pemimpin negara dalam pertemuan bilateral kali ini bisa dipahami.
Dari sejak awal ia melihat bahwa kepentingan Jokowi mengunjungi beberapa negara kali ini adalah terkait dengan kepentingan ekonomi, di mana diharapkan hal tersebut bisa berdampak baik bagi perekonomian Indonesia. Namun, berbeda dengan Jepang yang menganggap Indonesia sebagai mitra strategis dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga Jepang yakin bahwa dalam ruang lingkup kerja sama ekonomi tidak akan cukup terganggu.
“Jepang justru lebih concern ke isu-isu stabilitas regional dan sebagaimana mana fakta hari ini ada konflik di Eropa yang berdampak sangat luas, dengan Amerika sendiri dia tetap harus menjaga hubungan baik sebagai aliansi. Termasuk misalnya dengan Amerika terkait dengan konsep Indo-Pasifik yang mana Jepang juga mengambil peran mulai dari kerja sama ekonomi, perdagangan , infrastruktur yang ujungnya tentunya diharapkan dengan itu semua bisa menciptakan stabilitas keamanan di kawasan,” ungkapnya kepada VOA.
Lebih jauh, Adriana melihat bahwa tidak ada yang salah dengan perbedaan prioritas antara Jepang dengan Indonesia dalam pertemuan bilateral kali ini.
“Indonesia kan negara besar, artinya juga punya persoalan domestik, artinya prioritas domestik itu harus diperhitungkan. Jadi hubungan baik dengan negara lain tetap harus berdampak kepada kebaikan di dalam negeri. Itu saya melihat Pak Jokowi sejak awal seperti itu pertimbangannya,” pungkasnya. (r/voa)