Kepemimpinan Prabowo di Tengah Gejolak Global dan Ketidakpastian Domestik

Prof. Dr. Gusti Hardiansyah, S.Hut., M.Sc., IPU – Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura & Ketua ICMI Orwil Kalbar.
Prof. Dr. Gusti Hardiansyah, S.Hut., M.Sc., IPU – Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura & Ketua ICMI Orwil Kalbar. Foto (Dok. RD/Faktakalbar.id)

Opini  – Indonesia memasuki era baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dengan tantangan global dan domestik yang semakin kompleks. Di tingkat internasional, ketegangan geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina, persaingan AS-Tiongkok, dan kebijakan proteksionisme ekonomi berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan Indonesia. Sementara itu, di dalam negeri, berbagai isu mulai dari protes mahasiswa “Indonesia Gelap”, skandal korupsi di BUMN, hingga kontroversi peluncuran Bank Danantara menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan yang baru berjalan.

Diplomasi Indonesia di Tengah Perang Dingin 2.0

Dalam menghadapi tekanan global, Indonesia harus tetap menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif tanpa terjebak dalam blok kepentingan AS maupun Tiongkok. Prabowo perlu memperkuat peran ASEAN sebagai mediator di kawasan, terutama dalam menyusun kode etik Laut China Selatan guna menjaga keseimbangan geopolitik. Selain itu, diversifikasi mitra ekonomi melalui kerja sama dengan BRICS dan negara-negara non-blok juga menjadi strategi penting untuk menghindari ketergantungan pada kekuatan besar.

Di bidang ekonomi, proteksionisme AS dan Tiongkok berpotensi menghambat ekspor Indonesia dan mengganggu rantai pasok. Oleh karena itu, hilirisasi sumber daya alam seperti nikel, bauksit, dan kelapa sawit harus dipercepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah. Selain itu, penguatan perdagangan dengan Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin dapat menjadi solusi dalam mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional Barat-Timur.

Mengatasi Krisis Kepercayaan Domestik

Ketidakpuasan publik terhadap isu transparansi anggaran dan korupsi semakin meningkat. Gerakan mahasiswa dan protes sosial yang muncul menandakan urgensi bagi pemerintah untuk meningkatkan transparansi. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah membuka akses data APBN/APBD secara real-time dan menerapkan model citizen audit, di mana masyarakat dapat langsung memantau proyek pemerintah.

Di sektor BUMN, kasus korupsi yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah per tahun harus menjadi perhatian serius. Pemerintah perlu membentuk Satgas Anti-Korupsi BUMN yang melibatkan KPK dan BPK untuk melakukan audit independen secara berkala. Selain itu, Bank Danantara sebagai lembaga keuangan yang baru diluncurkan harus diaudit secara transparan agar tidak menjadi sarana kepentingan kelompok tertentu.

Dalam hal efisiensi anggaran, pengurangan 30% belanja seremonial di kementerian dan pemerintah daerah perlu dilakukan agar alokasi dana lebih difokuskan pada sektor pendidikan, kesehatan, dan program padat karya. Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah juga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan anggaran.

Reformasi Struktural untuk Masa Depan Indonesia

Guna memastikan stabilitas jangka panjang, reformasi sistem politik dan ekonomi harus segera dijalankan. Penerapan sistem pencalegan terbuka akan mengurangi dominasi oligarki dalam partai politik, sementara transparansi keuangan partai harus diperketat untuk mencegah praktik korupsi.

Di sektor ekonomi, Bank Danantara harus difokuskan untuk membantu UMKM dan bukan hanya elite bisnis. Penerapan pajak progresif bagi konglomerat dapat mendukung redistribusi ekonomi yang lebih adil bagi masyarakat.

Sementara itu, untuk meningkatkan ketahanan energi, Indonesia dapat mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) guna mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Program pemasangan PLTS atap di daerah tertinggal juga dapat membantu mengurangi ketimpangan akses energi di berbagai wilayah.

Menentukan Arah Masa Depan Indonesia

Prabowo memiliki peluang besar untuk membuktikan kepemimpinannya sebagai pemimpin yang tegas, transparan, dan berpihak pada rakyat. Jika reformasi yang telah disusun dapat direalisasikan, Indonesia akan semakin kuat di ASEAN dan BRICS, dengan ekonomi yang lebih mandiri serta kepercayaan publik yang pulih.

Namun, jika kebijakan hanya mempertahankan status quo, maka risiko ketidakstabilan sosial akan meningkat, gelombang protes akan semakin besar, dan Indonesia bisa terjebak dalam lingkaran korupsi serta ketergantungan ekonomi terhadap negara lain.