Oleh: Taufik Sirajuddin, S.PWK
Penulis adalah penggiat lingkungan dan pendiri komunitas Pena Borneo
Kota Pontianak sedang menghadapi persoalan banjir yang semakin sering terjadi dan berdampak luas pada kehidupan warganya. Banjir ini bukan hanya persoalan musiman, tetapi manifestasi dari serangkaian kesalahan perencanaan, tata kelola ruang, hingga kurangnya adaptasi terhadap kondisi alam.
Sebagai kota yang terletak di kawasan delta Sungai Kapuas dengan karakter hidrologi gambut, Pontianak seharusnya memiliki pendekatan pembangunan yang mempertimbangkan kondisi geografisnya. Namun kenyataan menunjukkan sebaliknya. Urbanisasi yang cepat telah mendorong pembangunan yang tidak terencana dengan baik. Kawasan resapan air menyusut, sementara pola pembangunan tidak lagi selaras dengan ekosistem sungai yang menjadi bagian integral kota ini.
Saat banjir melanda, banyak yang menyalahkan curah hujan tinggi atau air pasang. Padahal, persoalan ini jauh lebih kompleks. Banjir di Pontianak adalah akibat dari lemahnya pengawalan terhadap tata ruang, buruknya sistem drainase, dan minimnya kolaborasi lintas sektor dalam mencari solusi.
*Menyikapi Penyebab Utama
Ada tiga penyebab utama banjir yang kerap melanda Kota Pontianak:
1. Tata Kelola Ruang yang Tidak Optimal
Pengalihan fungsi lahan terus terjadi tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Kawasan resapan air berubah menjadi area perumahan atau komersial, memperparah risiko banjir.
2. Drainase yang Tidak Terintegrasi
Infrastruktur drainase di kota ini sering tersumbat oleh sampah dan tidak mampu menampung volume air hujan yang besar. Pemeliharaan rutin pun jarang dilakukan, sehingga aliran air tidak berjalan dengan baik.
3. Dampak Perubahan Iklim
Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim memperburuk banjir rob yang rutin melanda kawasan pesisir. Kombinasi banjir rob dan hujan deras menciptakan situasi yang semakin sulit diatasi.
*Mengapa Kolaborasi Penting?
Pontianak membutuhkan solusi yang tidak hanya bersifat teknis tetapi juga komprehensif. Penyelesaian banjir harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran besar dalam memastikan kebijakan tata ruang berjalan sesuai rencana dan menghindari alih fungsi lahan yang merugikan. Namun, keberhasilan kebijakan ini hanya dapat tercapai jika masyarakat turut serta menjaga lingkungannya.
Selain itu, desain bangunan di Pontianak juga harus beradaptasi dengan kondisi geografis kota. Konsep rumah panggung yang dulu diadopsi nenek moyang kita menjadi contoh bagaimana arsitektur bisa selaras dengan alam. Sayangnya, pembangunan modern cenderung mengabaikan pendekatan ini, dengan lebih banyak bangunan permanen yang rentan terhadap banjir.