Manfaat Slow Living:
Slow living mengutamakan kedalaman hubungan daripada kuantitas.
Alih-alih bertemu teman hanya untuk sekadar berfoto dan update status lalu sibuk dengan ponsel masing-masing, Anda meluangkan waktu untuk benar-benar hadir (present).
Percakapan menjadi lebih bermakna, dan koneksi emosional dengan orang terdekat menjadi lebih kuat, yang merupakan kunci kebahagiaan jangka panjang.
4. Produktivitas yang Lebih Tajam, Bukan Lebih Sibuk
Budaya perkotaan sering menyamakan “sibuk” dengan “produktif”.
Padahal, melakukan banyak hal sekaligus (multitasking) sering kali menurunkan kualitas hasil kerja.
Manfaat Slow Living:
Pola pikir ini mendorong monotasking fokus pada satu hal dalam satu waktu.
Di tengah lingkungan kerja yang serba cepat, kemampuan untuk fokus secara mendalam (deep work) menjadi aset berharga.
Anda bekerja lebih efektif dan efisien, sehingga pekerjaan selesai tepat waktu tanpa harus membawa beban lembur ke rumah.
5. Menghargai Momen Kecil di Tengah Rutinitas
Rutinitas kota sering kali membuat kita hidup secara autopilot.
Bangun, macet, kerja, macet, tidur. Siklus ini bisa membuat hidup terasa hampa.
Manfaat Slow Living:
Anda dilatih untuk menjadi pengamat yang baik.
Anda mulai bisa menikmati langit senja di sela-sela gedung bertingkat, menikmati aroma kopi pagi sebelum rapat dimulai, atau bersyukur atas kelancaran lalu lintas.
Menemukan keindahan kecil di tengah keruwetan kota adalah kunci untuk menjaga kewarasan mental.
Menjadi penganut slow living di kota besar adalah sebuah bentuk pertahanan diri.
Ia adalah jangkar yang membuat Anda tetap menapak tanah meski arus kehidupan di sekitar Anda begitu deras.
Anda tidak perlu menunggu pensiun atau pindah ke desa untuk hidup tenang; ketenangan itu bisa Anda ciptakan sekarang, di sini, di tengah kota yang tidak pernah tidur ini.
Baca Juga: Lelah dengan “Hustle Culture”? Ini 8 Alasan Terbaik Kenapa Harus Memilih Slow Living
(*Mira)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















