“Kita besar karena peran semua komponen bangsa. Tidak ada satu pun yang lebih tinggi dari yang lain,” ujar Muzani.
Persatuan, lanjutnya, bukan hanya slogan politik.
Ia adalah keputusan moral yang sering kali dibayar mahal oleh para pemimpin kita.
Kalimat ini menjadi pengingat bahwa perjalanan bangsa Indonesia tidak hanya dibangun oleh keberanian, tetapi juga oleh kebijaksanaan untuk menahan diri.
Kedaulatan Pangan dan Potensi Ekonomi Rakyat
Selain berbicara tentang persatuan, Muzani mengarahkan perhatian pada tantangan yang sangat konkret: ketahanan pangan nasional.
Ia menyoroti bahwa Indonesia memang telah relatif stabil dalam produksi beras dan jagung, tetapi masih sangat bergantung pada impor kedelai, singkong, bawang putih, hingga sejumlah buah-buahan.
Ia menjelaskan bahwa Tiongkok mengimpor durian senilai USD 7 miliar per tahun. Jika Indonesia mampu mengambil 10% saja, maka puluhan triliun rupiah dapat mengalir ke petani lokal.
Selain itu, harga kelapa yang naik hingga Rp6.000 per butir membuka peluang ekonomi yang besar jika diolah dan dikelola dengan hilirisasi yang tepat.
Muzani menegaskan bahwa inovasi harus dipadukan dengan pasar dan akses pembiayaan agar nilai tambah komoditas rakyat tidak hilang di tengah jalan.
“Pertemuan seperti NLC jangan hanya menjadi tempat curhat. Harus lahir pasar baru, modal baru, dan optimisme baru,” katanya.
Api Peradaban Itu Menyala di Bali
Saat sesi siang berakhir, saya melihat peserta keluar ruangan dengan dua bekal penting: pengetahuan dan empati. Dari pagi hingga siang, NLC telah menjadi ruang tempat gagasan-gagasan besar bertemu dengan aksi nyata.
Ruang yang mengajarkan bahwa intelektualitas tanpa moralitas adalah kosong, dan moralitas tanpa kerja nyata adalah hampa.
ICMI, sebagai rumah cendekia, kembali menunjukkan jati dirinya: bukan hanya tempat berpikir, tetapi tempat merawat peradaban.
Di Bali, api kecil itu menyala. Pelan, namun pasti. Dan selama ada yang menjaganya, Indonesia tidak akan kehilangan cahaya dalam perjalanannya menuju masa depan yang lebih adil, lebih kuat, dan lebih beradab.
Oleh: Gusti Hardiansyah
(Guru Besar Universitas Tanjungpura & Ketua ICMI Kalimantan Barat)
*Disclaimer: Artikel ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan posisi resmi atau kebijakan redaksi.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















