Faktakalbar.id, LIFESTYLE – Membaca novel Laut Bercerita rasanya seperti membuka luka lama yang belum kering.
Kisah Biru Laut dan kawan-kawan aktivis mahasiswa yang dihilangkan paksa pada era 1998 bukan sekadar fiksi. Ia adalah monumen ingatan atas sejarah kelam bangsa ini.
Namun, yang membuat novel ini begitu mencekam bukan hanya karena kekejaman masa lalu yang digambarkannya, melainkan karena relevansinya yang menakutkan dengan situasi hari ini.
Puluhan tahun berlalu sejak Reformasi, beberapa “hantu” dari masa Orde Baru seolah bermetamorfosis dalam wujud baru.
Baca Juga: Bosan dengan Realita? ‘Kabur’ Sejenak Lewat 8 Novel Fantasi Terjemahan Paling Seru Ini
Berikut adalah 5 fakta pahit di balik Laut Bercerita yang masih sangat relevan dan selaras dengan kondisi negara kita saat ini:
1. Praktik Pembungkaman Suara Kritis (Beda Cara, Satu Tujuan)
Dalam novel, suara kritis dibungkam dengan penculikan fisik, penyekapan di sel bawah tanah, dan setruman listrik.
Suara mahasiswa dianggap ancaman bagi stabilitas kekuasaan.
Relevansi Sekarang:
Hari ini, penculikan fisik mungkin sudah berkurang, namun upaya pembungkaman suara kritis bermutasi ke ranah digital.
Ancaman jerat pasal karet UU ITE, serangan buzzer yang membunuh karakter, hingga peretasan akun aktivis menjadi “metode baru” untuk membuat takut mereka yang berani bersuara lantang mengkritik kebijakan penguasa.
Intimidasi tidak lagi di ruang gelap, tapi di ruang publik maya.
2. Impunitas: Pelaku Kejahatan Masih Melenggang Bebas
Salah satu inti kepedihan Laut Bercerita adalah ketidakjelasan nasib para korban dan tidak tersentuhnya para dalang penculikan.
Tokoh “Si Mata Merah” atau para jenderal yang memberi komando tetap hidup nyaman.
Relevansi Sekarang:
Fakta ini sangat menyakitkan. Hingga detik ini, kasus penghilangan paksa aktivis 97/98 belum tuntas secara hukum.
Banyak terduga pelaku pelanggaran HAM masa lalu justru masih memegang jabatan strategis di pemerintahan atau partai politik.
Negara seolah memberikan impunitas (kekebalan hukum), membiarkan korban menanti keadilan yang tak kunjung datang.
3. Pengkhianatan dari “Orang Dalam”
Novel ini menggambarkan dengan apik bagaimana lingkaran pergerakan mahasiswa disusupi oleh mata-mata atau teman yang berkhianat (sosok Gusti, misalnya) demi keamanan diri atau iming-iming materi.
Relevansi Sekarang:
Fenomena “aktivis balik kanan” sangat terasa hari ini. Kita melihat banyak sosok yang dulunya berteriak lantang di jalanan menentang rezim, kini duduk manis di kursi empuk kekuasaan dan diam seribu bahasa saat rakyat ditindas.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















