Faktakalbar.id, KUBU RAYA – Penanganan kasus penangkaran arwana ilegal di Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, dan di Kota Pontianak berakhir dengan sanksi administratif.
Bayu Suharto dari Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak menegaskan, penindakan itu sesuai aturan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang mengutamakan pendekatan administratif dibanding pidana.
“Penindakan dilakukan pada April lalu secara bersama-sama, dan diekspose ke media. Kemudian dilakukan pemeriksaan berjenjang. Intinya, dengan adanya UUCK, sanksi administrasi lebih dikedepankan daripada sanksi pidana,” kata Bayu Suharto saat ditemui di kantornya, Jalan M. Hatta, Kabupaten Kubu Raya, Kamis (28/8).
Bayu menyebut ada dua pelaku yang dikenai sanksi.
Baca Juga: PSDKP Pontianak Temukan 359 Arwana Super Red di Penangkaran Ilegal Desa Limbung
“Pelaku pertama dikenai denda Rp159 juta, pelaku kedua Rp90 juta lebih. Semua uang denda resmi disetorkan ke rekening negara,” ujarnya.
Ia menegaskan, mekanisme penetapan sanksi bukan ditentukan sepihak oleh PSDKP Pontianak.
“Prosesnya melibatkan semua eselon di Kementerian Kelautan dan Perikanan, termasuk instansi lain. Jadi bukan PSDKP Pontianak yang menetapkan besaran dendanya,” katanya.
Menurut Bayu, dasar perhitungan denda merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan serta peraturan menteri terbaru yang memperkuat implementasi UUCK.
“Semua keputusan ada di kementerian pusat,” tambahnya.
Mengenai status barang bukti, yakni ikan arwana yang sempat diamankan, Bayu mengungkapkan semuanya telah dikembalikan kepada pemilik.
Baca Juga: Anggaran Rp7 Triliun Dipertanyakan, BPS Kembali Usulkan Tambahan Dana Rp1,65 T
“Tidak ada yang disita. Namun usaha mereka belum bisa berjalan sampai izin resmi keluar. Kami tetap melakukan pengawasan ketat,” katanya.
Ia menjelaskan, kewenangan penerbitan izin sepenuhnya ada di kementerian pusat.
“PSDKP hanya melakukan pengawasan. Semua izin dikeluarkan pusat, bukan oleh PSDKP Pontianak,” ujar Bayu.
Menurutnya, para pelaku telah beroperasi sejak 2022–2023 dengan skema kerja sama dengan perusahaan lain dan memakai izin perusahaan tersebut. Namun, aturan baru membuat skema itu tidak berlaku lagi.
Diperiksa Kejaksaan Tinggi Kalbar
Kasus ini sempat menimbulkan pertanyaan publik setelah muncul isu bahwa PSDKP Pontianak diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat karena dianggap hanya memberikan sanksi ringan. Bayu tidak membantah hal tersebut.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















