“Kami tidak ingin jadi penonton. Kami ingin jadi bagian dari pembangunan ini. Kalau mereka butuh tenaga kerja lokal 80–85 persen seperti yang dikatakan Pak Johnny, kami siap,” tegas Ringga.
Meski demikian, para pemuda berharap pemerintah daerah tidak tinggal diam.
Mereka menilai, pemda seharusnya segera turun tangan dengan menyediakan program pelatihan vokasi dan sosialisasi ke desa-desa agar masyarakat tahu keterampilan apa yang dibutuhkan.
Tanpa peran nyata pemerintah, kekhawatiran terbesar mereka adalah anak muda Sambas hanya jadi penonton, sementara peluang emas diraih tenaga kerja dari luar daerah.
Bagi Ringga, proyek ini bukan sekadar soal mall atau rumah sakit.
Ia menyebut pembangunan ini sebagai awal transformasi identitas Sambas yang selama ini dipandang sebelah mata.
“Dulu orang bilang Sambas tempatnya kurang terpandang, sekarang bisa jadi pusat pelayanan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi di perbatasan. Kita bisa layani warga Malaysia, Brunei, dan tentu masyarakat kita sendiri,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan pemerintah daerah agar tidak mengulangi kesalahan lama yang sering mengabaikan peran pemuda.
Baca Juga: Pemuda yang Hilang di Sungai Sasak Sambas Ditemukan Meninggal Dunia
“Tolong libatkan kami. Beri kami kesempatan. Kami siap belajar, siap kerja keras. Ini tanah kami, masa depan kami,” tegasnya, seraya menekankan bahwa proyek Rp6,6 triliun ini bukan hanya soal membangun gedung, tapi juga membangun manusia Sambas.
(fd)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















