Kemendagri: Wakaf Bukan Sekadar Filantropi, Tapi Instrumen Strategis Pembangunan Daerah

Kepala BSKDN Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, saat menyampaikan materi dalam Rakornas BWI 2025 di Jakarta, Rabu (6/8/2025). Ia menekankan peran strategis wakaf dalam mendukung pembangunan daerah.
Kepala BSKDN Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, saat menyampaikan materi dalam Rakornas BWI 2025 di Jakarta, Rabu (6/8/2025). Ia menekankan peran strategis wakaf dalam mendukung pembangunan daerah. Foto: HO/Faktakalbar.id

Faktakalbar.id, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong perubahan paradigma dalam memandang wakaf di Indonesia.

Tidak lagi dilihat hanya sebagai kegiatan amal atau filantropi, wakaf kini ditegaskan sebagai salah satu instrumen strategis yang memiliki potensi besar untuk mengakselerasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

Baca Juga: Kemendagri Peringatkan Daerah dengan Inflasi Tinggi, Minta Segera Ambil Langkah Nyata

Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, saat mewakili Menteri Dalam Negeri dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Wakaf Indonesia (BWI) 2025.

Acara yang mengusung tema “Gerakan Indonesia Berwakaf: Meneguhkan Asta Cita Menuju Indonesia Emas” tersebut digelar di Hotel Pullman Jakarta pada Rabu, (6/8/2025).

Menurut Yusharto, potensi wakaf, khususnya dalam bentuk wakaf uang dan aset produktif, harus diintegrasikan secara serius ke dalam skema pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat di berbagai wilayah.

“Kami mendorong untuk bisa menyelenggarakan kegiatan yang produktif berdasarkan filosofi dari wakaf yaitu merupakan filantropi, sehari bisa dua kali juga kita berwakaf dengan jumlah yang tidak ada nisab, ini berarti menjadi potensi bagi pembangunan daerah.” ungkapnya.

Dalam paparannya, Yusharto turut menyoroti sejumlah tantangan yang masih menghambat optimalisasi wakaf.

Baca Juga: Dirut Bank Kalbar Hadiri Pelantikan Pengurus Wakaf Indonesia Kalbar 2024–2027

Beberapa di antaranya adalah rendahnya tingkat literasi wakaf di kalangan masyarakat, minimnya jumlah nazhir (pengelola wakaf) yang profesional, hingga lemahnya kelembagaan pengelola wakaf.

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id

advertisements