Opini  

Menjaga Hutan Kalbar, Menjemput Insentif Iklim yang Adil dan Berkelanjutan

Gusti Hardiansyah, Ketua POKJA REDD+ Kalbar 2017–2022, penulis opini terkait insentif iklim dan tata kelola hutan Kalimantan Barat.
Gusti Hardiansyah, Ketua POKJA REDD+ Kalbar 2017–2022, penulis opini terkait insentif iklim dan tata kelola hutan Kalimantan Barat.

PBCC berfungsi sebagai pusat koordinasi dan integrasi aksi iklim di daerah, termasuk pelaporan emisi, penguatan kapasitas daerah, dan fasilitasi proyek berbasis masyarakat seperti perhutanan sosial, Program Kampung Iklim (Proklim), dan konservasi kawasan bernilai tinggi.

Yang perlu dilakukan sekarang adalah segera membentuk Komite Pengarah dan Komite Teknis PBCC, agar lembaga ini bisa berfungsi maksimal dan menjadi bagian resmi dari struktur pengelolaan proyek GCF dan skema RBP. Dengan kelembagaan yang kuat, Kalbar akan siap untuk RBP, tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga di masa depan.

Menatap Masa Depan: Memantapkan Diri dengan RBP

Meskipun saat ini proyek GCF diarahkan untuk RBP, bukan berarti Kalbar harus berhenti di sini. Justru, pengalaman mengelola hibah GCF dan membangun sistem MRV serta tata kelola daerah akan menjadi bekal berharga untuk melanjutkan dan memperluas skema RBP di masa depan.

Setelah tahun 2030, atau setelah proyek GCF berakhir, Kalbar bisa memanfaatkan fondasi yang sudah dibangun untuk terus mendapatkan insentif dari skema RBP.

Hal ini bisa berasal dari pemerintah pusat melalui BPDLH, atau bahkan dari skema RBP bilateral yang tidak memerlukan corresponding adjustment dan tetap sejalan dengan target NDC nasional. Kunci keberlanjutan ini adalah dengan memastikan sistem Pemantauan, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) yang dibangun berfungsi optimal dan diakui secara nasional.

Dengan tata kelola yang baik, Kalbar tidak hanya akan terus menjadi penerima manfaat utama dari skema RBP yang adil dan berkelanjutan, tetapi juga bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.

Baca Juga: ICMI Kalbar Tinjau Wilayah Pertambangan Rakyat di Kapuas Hulu, Dorong Penyusunan Dokumen Rencana Reklamasi Pasca Tambang

Rekomendasi Kebijakan

Sebagai Ketua POKJA REDD+ Kalbar 2017–2022, kami menyampaikan lima rekomendasi berikut:

  • Gubernur segera memperkuat PBCC secara kelembagaan, dengan membentuk Komite Pengarah dan Komite Teknis agar selaras dengan struktur pengelolaan GCF dan skema RBP.
  • Pemprov Kalbar mengembangkan sistem MRV terintegrasi dengan SRN, agar hasil pengurangan emisi dapat diakui dan dihitung dalam sistem nasional untuk klaim RBP.
  • BPDLH bersama Pemprov menyusun skema benefit sharing yang jelas dan adil untuk menjamin insentif RBP sampai ke kelompok masyarakat penjaga hutan.
  • KLHK memberi pengakuan atas kontribusi Kalbar secara transparan, termasuk memperjuangkan insentif berbasis provinsi dalam skema RBP nasional.
  • Mulai siapkan proyek mitigasi iklim unggulan pasca 2030, sebagai dasar untuk terus mendapatkan pendanaan RBP di masa depan.

Penutup

Kalimantan Barat telah menunjukkan komitmen nyata menjaga hutan dan menurunkan emisi. Hibah GCF dan target 11,79 juta ton CO₂eq adalah bukti bahwa daerah ini layak diberi insentif.

Saat ini diarahkan ke skema Result-Based Payment (RBP), Kalbar perlu membangun sistem dan kelembagaan yang kuat untuk memastikan hasilnya dirasakan oleh daerah dan berlanjut di masa depan.

Menjaga hutan bukan hanya kewajiban, tapi juga peluang. Dengan tata kelola yang baik, Kalbar bisa menjadi contoh sukses bagaimana daerah bisa mendapatkan manfaat dari kontribusinya melindungi bumi melalui mekanisme RBP yang berkelanjutan.

Oleh: Gusti Hardiansyah, Ketua POKJA REDD+ Kalimantan Barat 2017–2022

(Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi. Segala data, analisis, dan interpretasi yang disampaikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id

advertisements