Ia pun mengajak publik dan media untuk lebih teliti dalam mencermati isi dari putusan MK yang seringkali menjadi rujukan perdebatan.
“Sejauh ini pemerintah tidak ada menyalahi amar-amar putusan, kalau kita bicara putusan MK, tidak ada yang disalahi oleh pemerintah,” kata Hasan saat memberikan keterangan di Kompleks Istana Negara, Rabu (23/7/2025).
Pemerintah, menurutnya, menjadikan amar putusan MK sebagai pegangan utama dalam menjalankan roda pemerintahan dan tidak pernah berniat untuk mengabaikannya.
“Jadi yang dipegang tentu amar putusan MK, jadi sejauh ini pemerintah tidak dan tidak mengabaikan putusan MK,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hasan menyoroti bahwa praktik rangkap jabatan Wamen sebagai komisaris bukanlah sebuah hal baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia.
Baca Juga: Pensiunan TNI-Polri Dominasi Kursi Komisaris BUMN
Ia meluruskan bahwa batasan yang secara tegas diatur dalam peraturan adalah larangan rangkap jabatan untuk pejabat setingkat menteri, kepala badan, atau kepala kantor.
“Sebelum-sebelumnya juga ada wamen yang jadi komisaris, yang tidak boleh itu cuma anggota kabinet selevel menteri atau kepala badan atau kepala kantor,” jelas Hasan.
Ia kembali memperkuat argumennya dengan menyatakan bahwa praktik ini sudah berjalan sejak periode pemerintahan sebelumnya dan merupakan hal yang lazim terjadi.
“Kalau wamen, juga sebelumnya ada wamen yang komisaris di beberapa BUMN. Ini sudah berjalan juga,” sambungnya.
Sebagai informasi, sorotan mengenai rangkap jabatan Wamen kembali muncul ke publik. Saat ini, dari total 56 Wakil Menteri di Kabinet Merah Putih, tercatat ada 30 Wamen aktif yang turut mengemban tugas sebagai komisaris di berbagai perusahaan BUMN.
Baca Juga: Ade Armando Resmi Menjabat Komisaris di Anak Perusahaan PLN
(*Red)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id