Tragedi Bunuh Diri, Alarm Sosial di Kota Pontianak

"Muhammad Viki Riandi - Wakil Ketua Bidang Dakwah dan Pengkajian Agama Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Barat"
Muhammad Viki Riandi - Wakil Ketua Bidang Dakwah dan Pengkajian Agama Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Barat.

Air mata bukan simbol kelemahan. Justru penyangkalan terhadap rasa sakitlah yang menghancurkan manusia dari dalam.

Baca Juga: Membunuh Korupsi, Menghidupkan Martabat Bangsa

Sayangnya, keislaman kita kadang dijalankan secara kaku. Dakwah terlalu sering menjadi menara perintah dan larangan, tetapi kurang menghidupkan empati dan kasih sayang. Padahal, inti dari Islam adalah rahmah, kasih sayang.

Sudah saatnya pendekatan dakwah kembali ke akarnya: menyentuh hati, menguatkan jiwa, dan membangun ruang aman spiritual.

Masjid bukan hanya tempat sujud tubuh, tetapi juga sujud kalbu (hati) tempat seseorang bisa menunduk, bukan karena tekanan, tetapi karena merasa dipeluk oleh Tuhannya dan diterima oleh sesama.

Hal ini juga dapat disesuaikan dengan program-program yang dapat diaplikasikan oleh agama lainnya.

Sebagai aktivis dakwah kepemudaan, saya memandang ini sebagai momentum penting untuk mengambil langkah konkret, di antaranya:

Pertama, negara, terutama pemerintah daerah, harus lebih serius dalam mengatasi isu kesehatan mental, termasuk pada laki-laki. Layanan konseling yang gratis dan mudah diakses, pelatihan kesehatan jiwa berbasis komunitas, serta kurikulum pendidikan emosi sejak dini perlu dibangun secara sistematis.

Kedua, lembaga keagamaan mesti memperluas mandat dakwahnya. Dakwah bukan hanya ajakan menuju keimanan, tetapi juga ruang penguatan psiko-spiritual. Masjid dan majelis ilmu harus menjadi tempat aman untuk berbicara dan bercerita.

Ketiga, masyarakat harus mengubah cara pandangnya terhadap laki-laki. Kita harus berhenti mengidealkan sosok “laki-laki sempurna” yang tak pernah salah atau lelah.

Biarkan mereka menjadi manusia, bukan mitos. Normalisasikan percakapan tentang rasa takut, kecewa, dan kehilangan. Bangun ruang untuk saling mendengar, bukan hanya menghakimi.

Dua tragedi di Pontianak adalah alarm sosial yang keras. Bukan untuk diratapi semata, tapi untuk ditindaklanjuti.

Jika hari ini kita gagal mendengar suara lirih para lelaki yang terluka, jangan kaget jika besok kita kembali membaca berita duka yang sama.

Kini saatnya kita bersatu menghentikan siklus ini. Kesehatan jiwa, termasuk pada laki-laki, adalah tanggung jawab kita semua.

Oleh: Muhammad Viki Riandi

Wakil Ketua Bidang Dakwah dan Pengkajian Agama
Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Barat

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan bukan pandangan, sikap, atau tanggung jawab redaksional Faktakalbar.id

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id