Baca Juga: China Blokir Impor Ternak, Sarang Burung Walet Indonesia Tetap Jadi Primadona
Ia mendesak pemerintah untuk menyederhanakan regulasi ekspor dan memberikan pembinaan langsung kepada peternak skala kecil.
Menurut penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), kandungan nitrit tinggi pada sarang walet berasal dari air liur burung itu sendiri dan kontaminasi lingkungan, seperti oksidasi kotoran walet.
Pemerintah, melalui Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, menargetkan peningkatan ekspor sarang walet hingga lebih dari Rp10 triliun per tahun dengan meningkatkan pangsa pasar global dari 60% menjadi 65%. Namun, optimisme ini berbenturan dengan keluhan peternak di lapangan.
Akademisi dari Universitas Tanjungpura (Untan) juga diminta untuk berperan aktif. “Kami membutuhkan riset dan teknologi untuk mengatasi hama dan meningkatkan kualitas sarang. Dunia akademik harus bekerja sama dengan peternak untuk menemukan solusi praktis,” ujar Tri.
Pemerintah daerah Kalbar, bersama Dinas Peternakan dan Badan Karantina Pertanian, diharapkan dapat memberikan pelatihan tentang higiene, sanitasi, dan pengolahan sarang walet yang memenuhi Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
Selain itu, sinergi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan diharapkan dapat mendorong hilirisasi produk untuk meningkatkan nilai tambah.
Tantangan ini menunjukkan perlunya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan peternak untuk mengembalikan kejayaan “emas putih” Indonesia.
Tanpa langkah konkret, potensi ekspor sarang walet yang bernilai triliunan rupiah terancam terus merosot, meninggalkan peternak dalam ketidakpastian ekonomi.
(Rdl)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id