Emas mentah dari penambang, dengan kadar 70-90%, diduga dilebur dan dimurnikan hingga mencapai kadar 99,99% dikenal lokal sebagai “cukim” seolah-olah berasal dari perhiasan bekas atau sumber legal.
“Mereka punya tempat pemurnian sendiri. Emas PETI disulap jadi emas batangan, siapa yang tahu?” ungkap (LM), sumber kami.
Warung kopi hingga Bengkel yang tersebar di Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat juga diduga menjadi titik transaksi terselubung. “Di warung kopi, orang biasa ngopi, tapi di belakang ada urusan emas. Licin sekali,” tambah sumber tersebut.
Jaringan ini diduga memanfaatkan lokasi-lokasi tersebut untuk mengelabui aparat penegak hukum dan publik, menciptakan ilusi bahwa aktivitas mereka sah, padahal menjadi bagian dari rantai monopoli dan eksploitasi emas ilegal.
Eksploitasi: Cukong Untung, Penambang Tak Ikut Jaringan Diganggu
Perkiraan sederhana memperlihatkan ketimpangan mencolok. Emas ilegal diduga dibeli oleh (AS) dari penambang melalui jaringan pengepulnya di kisaran Rp1.200.000 hingga Rp1.250.000 per gram.
Setelah pemurnian, emas ini dijual kembali mendekati harga internasional Rp1.657.870 per gram, dan setelah diolah menjadi perhiasan atau produk lain, harganya bisa mencapai Rp1.908.000-Rp1.975.000 per gram, memberi keuntungan fantastis bagi jaringan ini.
Dengan volume tertentu, keuntungan bersih bisa mencapai puluhan miliar rupiah dalam satu siklus. Sementara itu, penambang kecil hanya pulang dengan upah, menghadapi risiko longsor, polusi merkuri, dan kematian akibat kecelakaan kerja di lokasi tambang ilegal.
Solusi di Ujung Tanduk
Meski PETI dilarang keras berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020, lemahnya penegakan hukum dan dugaan keterlibatan oknum membuat mafia tambang terus berjaya.
“Semua tahu ada cukong besar, tapi kok tak disentuh?” tanya (H) seorang aktivis lokal dengan nada sinis. Dampaknya tak hanya pada penambang, tapi juga lingkungan: sungai rusak, hutan gundul, dan masyarakat sekitar menanggung polusi.
Hingga kini, jaringan ini diduga terus beroperasi, menguasai emas Kalbar melalui monopoli dan kamuflase cerdas.
Pertanyaan besar membayang: sampai kapan cukong (pemodal) dibiarkan mengendalikan kekayaan alam Kalimantan Barat, sementara penambang dan rakyat kecil hanya jadi korban?
Juga, bagaimana ide besar dan gagasan tentang pertambangan rakyat ke depan?
(Tim Liputan, Faktakalbar.id)
*Catatan: Nama-nama sumber tertentu disamarkan demi keamanan
Baca Juga: Terendus Aparat! Inisial AS Diduga Pindahkan Hampir 400 Kg Emas Ilegal ke Tempat Aman
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id