DPR Soroti Dugaan Kerugian Negara Akibat Bantuan Kuota Internet

JAKARTA- Anggota DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyoroti adanya laporan soal dugaan kerugian negara akibat bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atau sekarang Kemendikdasmen yang tidak terpakai.

 

Pria yang akrab disapa Fikri ini menuturkan, sebenarnya dirinya pernah mengingatkan Mendikbud saat itu, Nadiem Makariem, terkait pemberian bantuan tersebut.

 

“Sudah diingatkan, saat rapat dengan tahun 2021, saya mengkritisi bahwa wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) belum tercover penuh jaringan internet, sedangkan SDM guru kita juga masih belum siap, harusnya selesaikan PR ini dulu,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, Senin (11/11).

 

Sebelumnya, pada Jumat (08/11), Komunitas Pemberantas Korupsi (KPK) telah melaporkan dugaan kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun akibat bantuan kuota internet dari Kemendikbudristek ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Laporan tersebut dilakukan menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas inefisiensi dalam penyaluran bantuan tersebut.

 

Menurut audit BPK, bantuan kuota internet dari Kemendikbudristek pada tahun anggaran 2021 tidak mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini berdampak pada pemborosan anggaran yang berujung pada kerugian negara.

 

BPK juga mencatat lemahnya sinkronisasi data penerima antara sistem Dapodik dan PDDikti, serta evaluasi manfaat program yang belum dilakukan secara menyeluruh.

 

Program bantuan kuota ini diatur melalui Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2021 dan Nomor 23 Tahun 2021. Bantuan kuota diberikan selama tujuh bulan, yaitu Maret hingga Mei dan September hingga Desember 2021, dengan melibatkan lima operator seluler utama: PT Telkomsel Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Indosat Tbk., PT Hutchison 3 Indonesia, dan PT Smartfren Telecom Tbk.