*Inisial SB dan DY Berikut 9 Perusahaan Disebut Lagi
Jakarta- Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Menko Polhukam dan Menkeu, Selasa (11/4) semakin mengemuka ke publik terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 189 Triliun khusus ekspor emas batangan dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Setelah mendengarkan penjelasan Menkopolhukam, Mahfud MD, terlebih pemaparan Menkeu, Sri Mulyani yang terangan-terangan merinci dimana dijelaskan dari total transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang terjadi di Kementerian Keuangan, ternyata Rp 189 T di sektor ekspor emas batangan.
Hal ini langsung disambut peserta RDP, salah satunya Sarifuddin Sudding yang menyebutkan 14 entitas, dimana dirinci 9 entitas korporasi dan 5 entitas perorangan. Dari 5 entitas perorangan itu kembali disebut inisial SB dan DY.
Sudding langsung menohok perihal Ilegal Mining dan meminta Aparat Penegak Hukum (APH) yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan KPK untuk masuk menelusurinya. Menurutnya mudah bagi Kabareskrim hingga Jampidum untuk menelusuri illegal mining di transaksi Rp 189 triliun. “Ada 14 entitas, ada 9 entitas wajib pajak berupa badan dan 5 entitas wajib pajak orang pribadi. Dari hasil analisis yang dilakukan 3 lembaga; pajak, bea cukai, PPATK, itu ditemukan ada 5 wajib pajak perorangan dengan inisial SB, LB, DY, HG dan DL. Ini WP perorangan Pak Kabareskrim,” ujar Sudding.
Sudding dengan gaya bertanya berujar, dari mana mereka dapatkan emas yang diekspor dalam bentuk perhiasan dan bahan bakunya masuk ke dalam negeri yang tidak sebanding ekspornya dengan impornya. Apakah dapat dari PETI.
“Saya dorong ini Pak APH untuk menelusuri, ini ada 9 entitas perusahaan yang saya sebutkan tadi, saya ambil inisial, Pak,” sambungnya.
Terakhir Sudding mengusulkan untuk mengawal Satgas yang dibentuk Menkopolhukam, DPR bisa melakukan hak angket dengan membentuk pansus. Gimana Kabareskrim? Setuju Menkopolhukam bentuk angket? Dengan pansus supaya ini kita bisa lakukan penyelidikan Rp 349 dan Rp 189 T,” ujarnya.
Seperti dilansir dari CNN, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kasus dugaan pelanggaran kepabeanan ekspor emas batangan dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang mencapai Rp189 triliun di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Menurutnya, kasus itu bermula dari 65 surat yang dikirim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari surat tersebut, ada satu surat bernomor SR-205 yang berisi transaksi debit kredit operasional perusahaan atau korporasi dengan transaksi Rp189 triliun terkait dengan tugas dan fungsi Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak.