Kalbar  

Tersangka Pencurian Hirup Udara Bebas usai Dapatkan Restoratif Justice dari Kejari Sanggau

Kajari Sanggau saat berbincang-bincang dengan tersangka yang mendapatkan pengampunan

FAKTA GRUP – Herman, tersangka kasus pencurian akhirnya bisa bernafas Legas usai dirinya mendapatkan pengampunan dari Kejaksaan Negeri Sanggau.

“Alhamdulillah, sekarang sudah bisa menafkahi keluarga saya. Terimkasih kepada Kejaksaan Negeri Sanggau yang telah memberikan saya pengampunan memalui Restoratife Justice,” kata Herman usai menerima maaf dari korban yang berlangsung di Kejaksaan Negeri Sanggau, Kamis 3 Oktober 2024.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanggau, Dedy Irawan Virantama kepada wartawan menyampaikan, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana yang diwakili oleh Direktur Oharda Bapak Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H. memimpin ekspose dalam rangka menyetujui satu permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice) yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Sanggau.

“Perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Herma alias Adek bin Ambran yang disangka melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian,” terang Kajari.

Akibat perbuatan tersangka, lanjut Kajari, korban mengalami kerugian sebesar Rp2,5 juta. Mengetahui kasus posisi tersebut, Kejari Sanggau menginisiasikan penyelesaian perkara tersebut melalui mekanisme restorative justice.

“Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan,” beber Kajari.

Kajari menuturkan beberapa alasan menghentikan tuntutan terhadap tersangka Herman, yakni tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana penjara tidak lebih dari lima tahun; dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” pungkasnya.