Kendati demikian, realitas di lapangan kerap menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran masih menghadapi celah besar, mulai dari risiko perdagangan orang hingga minimnya bantuan hukum di negara penempatan.
Fokus pada kuantitas pengiriman 500.000 orang dikhawatirkan akan mengesampingkan aspek kualitas perlindungan.
Publik menyoroti bahwa alih-alih bangga dengan tingginya angka ekspor tenaga kerja, pemerintah seharusnya lebih fokus membenahi iklim investasi padat karya di dalam negeri agar warga negara tidak terpaksa mencari nafkah di negeri orang karena sempitnya lapangan kerja di tanah air.
Kebijakan ini menjadi ujian bagi Kementerian PPMI: apakah target ini murni strategi pemberdayaan global, atau sekadar solusi instan (jalan pintas) untuk menutupi tingginya angka pengangguran yang tak tertampung oleh ekonomi nasional?
(*Mira)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















