Peningkatan ini didorong oleh naiknya jumlah pekerja bebas, yang identik dengan ketidakpastian pendapatan, ketiadaan jaminan sosial, dan perlindungan kerja yang minim.
Data ini menjadi sinyal bahwa ekonomi daerah belum mampu menyediakan cukup banyak lapangan kerja formal yang berkualitas bagi warganya.
Pergeseran Masif: Petani Beralih Jadi Penambang?
Struktur ekonomi Kalimantan Barat juga tengah mengalami pergeseran tenaga kerja yang drastis antar-lapangan usaha.
Sektor pertanian, yang selama ini menjadi tulang punggung, kehilangan tenaga kerja dalam jumlah besar. Tercatat pengurangan sebanyak 67,61 ribu orang di sektor pertanian pada periode Agustus 2024 hingga Agustus 2025.
Di sisi lain, sektor Pertambangan dan Penggalian mencatatkan penyerapan tenaga kerja terbesar dengan penambahan 50,36 ribu orang.
Migrasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke pertambangan ini perlu diwaspadai sebagai potensi ancaman bagi ketahanan pangan daerah jangka panjang, mengingat sifat industri ekstraktif yang tidak berkelanjutan (non-renewable).
Disparitas Kota dan Desa
Ketimpangan juga terlihat dari sebaran wilayah pengangguran.
Tingkat Pengangguran Terbuka di wilayah perkotaan justru mengalami peningkatan, sementara wilayah perdesaan mengalami penurunan.
TPT di perkotaan tercatat sebesar 7,26 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang berada di angka 3,17 persen.
Ini mengindikasikan bahwa pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kota gagal menampung arus pencari kerja.
Secara keseluruhan, meskipun angka pengangguran terlihat turun di permukaan, data BPS menyajikan “lampu kuning” bagi pemerintah daerah: dominasi sektor informal yang rentan, tingginya pengangguran muda terdidik (SMK), dan ditinggalkannya sektor pertanian secara masif.
Baca Juga: Sakit Hati Upah Tak Dibayar, Mantan Karyawan Nekat Curi dan Cincang Ekskavator di Sintang
(*Mira)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















