3. Seri Investigasi Tempo: “Lingkaran Setan Tambang & Energi”
Jika data statistik dirasa terlalu abstrak, bacalah kumpulan laporan investigasi jurnalistik ini.
Narasi di dalamnya menyajikan fakta lapangan yang tak terbantahkan: lubang tambang yang merenggut nyawa anak-anak, kerusakan bentang alam permanen, hingga aliran dana gelap.
Buku ini adalah “rapor merah” pengelolaan sumber daya alam.
Membacanya akan membuka mata bahwa “harta karun” yang sering dibanggakan dalam pidato kenegaraan ternyata menyisakan jejak derita bagi warga lokal di Kalimantan hingga Sumatera.
4. “Berebut Hutan Siberut” – Darmanto
Buku etnografi ini mengajak pembaca turun dari menara gading kekuasaan.
Penulis menggambarkan perjuangan masyarakat adat mempertahankan ruang hidup mereka dari ekspansi korporasi.
Pejabat wajib membaca ini untuk memvalidasi perspektif bahwa bagi warga lokal, hutan adalah identitas dan sumber kehidupan, bukan sekadar aset komoditas di atas peta.
Ini adalah bacaan wajib untuk mengasah kembali empati yang mungkin terkikis oleh birokrasi.
5. UUD 1945 (Pasal 33 Ayat 3)
Ini adalah bacaan paling mendasar, namun sering kali paling diabaikan esensinya.
Bunyinya tegas: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Garis bawahi frasa kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran investor atau lingkaran kekuasaan.
Jika amanat konstitusi yang fundamental ini saja gagal dihayati, maka ribuan buku teori lainnya tak akan berguna.
Baca Juga: Bukan Sekadar Motivasi, Ini 5 Buku Wajib Baca bagi Gen Z untuk Memperluas Cara Pandang Dunia
(*Mira)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id















