Faktakalbar.id, PONTIANAK – Ancaman bencana hidrometeorologi rutin menghantui Kota Pontianak, bukan hanya dipicu curah hujan, tetapi terutama oleh luapan air laut yang dikenal sebagai banjir rob. Upaya pengendalian banjir kini menghadapi tantangan serius: maraknya bangunan yang mencaplok sempadan sungai, menghambat pengerukan dan revitalisasi parit yang krusial.
Pakar Geofisika Universitas Tanjungpura, Joko Sampurno, menegaskan Pontianak merupakan wilayah pesisir yang rentan terhadap tiga jenis banjir rob, perkotaan (urban flood), dan luapan Sungai Kapuas dari hulu.
“Kalau di Pontianak secara umum kita wilayah pesisir sehingga banjir yang mungkin terjadi itu banjir karena air yang datang dari laut, kita sebutnya banjir rob,” jelasnya pada Selasa (7/10/2025).
Secara definitif, banjir adalah peristiwa tergenangnya suatu wilayah daratan yang biasanya kering oleh air dalam volume yang besar.
Meskipun kerap dilabeli genangan air berdurasi singkat sebagai genangan atau acab, pakar menegaskan bahwa secara ilmiah, genangan air selama dua jam, lima jam, atau enam jam sekalipun tetap dikategorikan sebagai banjir.
Baca Juga: Jalan Sintang-Merakai Kerap Banjir 1 Meter, Warga Terpaksa Bayar Rakit Rp 20 Ribu
Lebih lanjut, Joko menekankan bahaya terbesar adalah potensi terjadinya banjir majemuk: gabungan pasang laut yang tinggi, curah hujan deras, dan debit air kiriman besar dari hulu secara bersamaan.
“Kemungkinan besar banjir yang terjadi di Pontianak ya banjir majemuk, karena sering kali banjir terjadi ketika pasang surut (pasut) sedang naik diiringi dengan hujan deras dalam waktu yang agak lama,” tegas Joko.
Joko juga mengkritik pandangan yang menyepelekan banjir rob karena durasi genangan yang singkat maksimal 12 jam.
“Cuma karna polanya hitungan hanya orde jam sehingga seolah-olah itu bukan masalah, padahal sebenarnya itu masalah juga.” Ia memperingatkan, ancaman perubahan iklim di masa depan akan menyebabkan kenaikan muka air laut yang berakibat pada banjir yang “lebih tinggi dan lebih lama” dari biasanya.
Solusi utama untuk mengatasi persoalan banjir perkotaan di Pontianak, yang didominasi lahan gambut, bukanlah tanaman, melainkan revitalisasi parit.
“Masalah di kita bukan tanaman, tapi paritnya. Daerah yang jauh dari sungai, yang sekarang terjadi adalah paritnya terlalu kecil terkadang, terputus juga,” jelasnya.
Ia mendesak pemerintah untuk segera merevitalisasi parit dan mengaktifkan pintu-pintu air tambahan dilengkapi mesin penyedot agar mekanisme pertahanan banjir bisa berfungsi.
Baca Juga: Laporan Lengkap BNPB: Rentetan Bencana dari Banjir Hingga Puting Beliung dalam Sepekan
Cerita Warga dan Pengerukan Parit
Dampak nyata dari infrastruktur yang minim dirasakan langsung warga. Siti Hatijah (20), mahasiswi yang tinggal di kost-an daerah rawan banjir Sepakat Dua Pontianak, mengaku tertekan.
“Ada rencana mau pindah, nda sanggup juga kak kalau banjir, naikkan motor. Kalau misalnya malam jam 1, jam 2 ga bisa tidur, takutnya banjir, motor sempat ke berendam juga itu motornya, takut rusak,” keluhnya pada Jumat (17/10/2025).
Ismail (77), pemilik kos di kawasan yang sama, menuding buruknya sistem parit di sekitar Universitas Tanjungpura sebagai biang keladi banjir.
“Banjir itu saya melihat dari pihak Untan memang ada kesalahan. Itu semua kawasan dibuat toko untuk jualan sehingga parit tidak terurus, saluran dan paritnya ga ada,” ujarnya.
Di sisi lain, Balai Wilayah Sungai Kalimantan (BWSK) Satu melalui Pelaksana Teknis PPK OP PSDA, Mahendra, mengakui upaya pengerukan sungai di Pontianak dan Kubu Raya untuk menjaga kapasitas tampungan air kini menghadapi tembok besar: bangunan liar di sempadan sungai.
“Kapasitas sungai makin terdesak bangunan, hampir di atas sungai. Di pinggir sungai kita juga sulit melakukan pengerukan, mau normalisasi tuh sulit banget karna ga ada celah, kita ga bisa nurunkan alat beratnya di situ,” keluh Mahen, Senin (13/10/2025).
Ia mendesak adanya ketegasan dalam Peraturan Daerah (Perda) mengenai pembangunan di sempadan sungai, mengingat kondisi seperti drainase utama Parit Tokaya Purnama yang mengalami sedimentasi tinggi dan terhambat gulma.

PUPR Enggan Berkomentar: Pertanyaan Betonisasi dan Tata Kota Tak Terjawab
Tim media Faktakalbar.id sempat berupaya mengkonfirmasi PUPR Kota Pontianak, bagaimana pengelolaan tata kelola Kota Pontianak pada Rabu (15/10/2025) hingga upaya konfirmasi lain dilakukan Kamis (16/10/2025).
Namun, mereka justru enggan memberikan respon dan meminta surat agar tim jurnalis bisa wawancara.
Begitupun Dinas PUPR Tata Ruang, saat hendak dijumpai Kamis (16/10/2025) hingga (17/10/2025), kepala dinas selalu beralasan rapat. Saat dimintai kontak yang dapat dihubungi, satpam yang menjaga meja resepsionis mengatakan tidak berada di tempat.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















