Bukan Percepatan Akademik, Ini Fondasi yang Dibutuhkan Anak untuk Siap Sekolah Dasar

Orangtua mendampingi anak dalam kegiatan bimbingan belajar calistung, meski pemerintah telah mengeluarkan larangan tes calistung sebagai syarat masuk SD demi perkembangan anak yang lebih optimal.
Ilustrasi - Orangtua mendampingi anak dalam kegiatan bimbingan belajar calistung, meski pemerintah telah mengeluarkan larangan tes calistung sebagai syarat masuk SD demi perkembangan anak yang lebih optimal. (Dok. Ist)

Sayangnya, implementasi di lapangan masih berbeda. Akibatnya, banyak orangtua lebih memilih memasukkan anak ke bimbingan belajar calistung daripada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang seharusnya berfokus pada pendekatan belajar sambil bermain.

Tekanan yang Keliru pada Anak Usia Dini

Anggota ECED Council sekaligus anggota Badan Akreditasi Nasional (BAN) PAUD dan Dikdasmen 2023–2028, Gutama, menekankan bahwa ada paradigma yang perlu diluruskan.

“Anak usia dini tidak seharusnya ditekan untuk menguasai calistung lewat metode drilling,” ujar Gutama.

Metode drilling atau latihan berulang membuat anak bisa calistung melalui hafalan, bukan pemahaman. Hal ini berbeda dengan belajar mengenal huruf dan angka melalui bermain atau pengalaman yang menyenangkan.

“Masa PAUD adalah masa peletakan fondasi, bukan percepatan akademik,” tambahnya.

Meski anak mungkin terlihat cepat bisa membaca dan menulis, mereka belum tentu memahami konsepnya. Gutama memperingatkan bahwa tekanan yang salah ini bisa berdampak negatif.

“Lebih berbahaya lagi, mereka bisa mengalami stres, kebosanan, bahkan hilang minat belajar jangka panjang, dan menghambat tumbuh kembang anak secara menyeluruh,” jelasnya.

Penelitian oleh Miller dan Almon (2009) serta Setiawan (2019) mendukung pernyataan ini, di mana anak yang dipaksa mengikuti tes calistung cenderung mengalami kecemasan, takut salah, dan kehilangan rasa percaya diri.

Baca Juga: 5 Cara Jitu Mengatasi Panik Saat Dikejar Deadline

Sebaliknya, studi Lillard dkk (2013) menemukan bahwa bermain imajinatif justru lebih bermanfaat bagi perkembangan anak dibanding pembelajaran akademik dini.

Fakta-fakta ini yang mendorong pemerintah kembali menegaskan larangan tes calistung sebagai syarat masuk SD dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, Pasal 11 ayat (5).

Stimulasi Holistik yang Lebih Penting

Masa usia 0–6 tahun dikenal sebagai usia emas, di mana otak anak berkembang sangat pesat. Setiap pengalaman kecil akan membentuk kecerdasan, karakter, dan keterampilan hidup mereka di masa depan.

“Stimulasi holistik yang mencakup fisik, bahasa, kognitif, sosial-emosional, hingga moral-spiritual jauh lebih menentukan kesiapan anak menghadapi SD daripada sekadar bisa membaca dan berhitung,” kata Gutama.

Anak yang mendapatkan stimulasi seimbang akan lebih percaya diri, berani mencoba, dan mampu berinteraksi dengan baik. Sementara itu, anak yang hanya fokus pada calistung kehilangan kesempatan untuk mengasah motorik, empati, dan keterampilan sosial mereka.

“Kemampuan calistung tetap penting, tetapi sebaiknya diperoleh melalui aktivitas sehari-hari yang menyenangkan,” jelas Gutama.

Gutama menjelaskan bahwa saat anak menggambar, meronce, atau bermain puzzle, mereka sebenarnya sedang melatih motorik halus dan logika berpikir yang merupakan fondasi penting sebelum bisa menulis dan berhitung.

Baca Juga: Kapan Waktu Terbaik untuk Baca Buku? Ternyata Bukan Cuma Sebelum Tidur

(*Red)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id