Dari delapan aksi dengan 64 indikator, kini dirampingkan menjadi empat aksi utama dan dua aksi pendukung dengan total 31 indikator.
“Langkah kita sekarang adalah menyatukan strategi lintas sektor,” tegasnya.
Tantangan ini tidak hanya dirasakan Sintang. Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat, Nuryamin, mengungkapkan bahwa kenaikan angka stunting terjadi hampir di seluruh Kalbar.
Baca Juga: Dinkes Sambas Perkuat Puskesmas, Fokus ke Stunting dan TBC
Ia menyoroti masalah sanitasi sebagai akar persoalan yang harus segera ditangani.
“Sintang memang cukup tinggi, naik 6,2 persen. Masalah utama di Kalbar adalah sanitasi dan air bersih. Masih ada sekitar 15 ribu jamban tidak sehat,” jelas Nuryamin.
Sementara itu, dari sisi data dan intervensi gizi, Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kalbar, Purwitasari, menyoroti pentingnya akurasi data untuk keberhasilan program.
Ia menyebut adanya potensi bias pada data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang berbasis survei.
“SSGI berbasis survei sehingga bisa bias jika lokasi survei berada di desa dengan kasus stunting tinggi. Data SDGs Terpadu lebih akurat karena berbasis nama dan alamat,” terangnya.
Lebih lanjut, Purwitasari menekankan kesalahan umum dalam pemberian makanan tambahan (PMT) yang sering terjadi.
Baca Juga: Belajar dari Pontianak, Komisi IV DPRD Sambas Kaji Strategi Atasi Stunting di Sambas
Menurutnya, pemenuhan gizi seimbang adalah kunci utama dalam usaha penurunan angka stunting di Sintang.
“Balita harus banyak diberi karbohidrat, protein hewani, dan lemak. Sayur hanya sebagai pelengkap, jangan sampai porsinya lebih dominan,” pesannya.
(*Red)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















