Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa dari sudut pandang HAM, setiap langkah yang diambil harus dijalankan dengan penuh kehati-hatian, transparan, dan yang terpenting, tidak melanggar hak-hak fundamental anak.
“Setiap anak tetap memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang, termasuk dalam ruang sosial. Pembatasan semacam ini perlu dipastikan tidak menimbulkan diskriminasi, stigmatisasi ataupun pelanggaran atas hak-hak dasar anak,” ujar Amirullah.
Ia menekankan bahwa perlindungan terhadap anak sebenarnya telah dijamin secara kokoh dalam berbagai produk hukum di Indonesia, mulai dari konstitusi hingga undang-undang turunan.
Baca Juga: Pontianak Bahas Jam Malam Anak, Warga Pontianak Timur Dukung Langkah Pemkot
Oleh karena itu, kebijakan jam malam bagi anak harus selalu berlandaskan pada pendekatan yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child).
“Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B Ayat 2 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” tuturnya.
Amirullah juga merujuk pada beberapa peraturan perundangan lain yang memperkuat kerangka perlindungan anak, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, beserta perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Dalam regulasi tersebut, didefinisikan bahwa anak adalah individu yang belum genap berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.
“Perlindungan khusus juga diberikan pada anak-anak dalam situasi darurat, anak berhadapan dengan hukum, anak korban kekerasan, perdagangan orang, eksploitasi ekonomi atau seksual, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain,” jelas Amirullah.
Menurutnya, penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat, adalah pilar penting dalam kehidupan bernegara.
“Kegiatan ini sangat penting sebagai bagian dari upaya kita bersama dalam mensosialisasikan nilai-nilai hak asasi manusia kepada seluruh elemen masyarakat, terutama menyangkut kebijakan publik yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak,” kata Sekda.
Ia menambahkan, kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun strategi pemajuan HAM telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang RANHAM 2021–2025.
“Sosialisasi ini menjadi momentum penting dalam memperkuat pemahaman terhadap berbagai regulasi HAM, termasuk ketentuan perlindungan anak,” imbuhnya.
Kegiatan ini turut menghadirkan narasumber kompeten dari kalangan akademisi, yakni Dr. Nur Hadianto dari Universitas PGRI Pontianak dan Dr. Budi Hermawan Bangun dari Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura.
Baca Juga: Pembatasan Jam Malam Anak di Pontianak, 54 Anak Terjaring Patroli Gabungan
Melalui forum ini, Amirullah berharap agar semua pihak dapat memberikan masukan konstruktif.
“Ini bukan hanya soal aturan, tapi menyangkut masa depan generasi muda dan tanggung jawab kita sebagai orang tua, masyarakat, dan pemerintah,” pungkasnya.
(*Red/Prokopim)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















