Beberapa ormas yang disebut antara lain Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), hingga Persatuan Ummat Islam (PUI).
Baca Juga: Kejaksaan dan Badan Bank Tanah Kerja Sama Atasi Risiko Hukum Aset Negara
Pemerintah juga membuka peluang bagi organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk turut mengelola lahan tersebut.
Lebih lanjut, politikus Partai Golkar itu menyebut masih ada potensi 3 juta hektare tanah telantar lainnya yang siap untuk dibagikan.
Namun, lahan ini masuk dalam skema inventarisasi yang berbeda (IP4T) dan pengelolaannya memiliki empat opsi.
Opsi tersebut antara lain ditawarkan kembali kepada pemegang hak lama dengan komitmen baru, dialihkan kepada pihak lain dengan proposal yang lebih baik, atau disimpan di Badan Bank Tanah jika belum ada peminat.
Opsi terakhir adalah menjadikannya Tanah Cadangan Untuk Negara (TCUN).
“Potensi keempat adalah dimasukkan menjadi TCUN. Apa itu TCUN? Tanah cadangan untuk negara. Jadi, sewaktu-waktu negara meminta mau dipakai untuk membangun Sekolah Rakyat, membangun Sekolah Garuda, dibangun untuk nyetak sawah dalam rangka ketahanan tangan mengambilnya dari sini. Supaya kita enggak lagi babat hutan, tapi memanfaatkan yang ada ini,” ucap Nusron.
Pengambilalihan lahan tidak produktif ini memiliki landasan hukum yang kuat, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
Peraturan ini mencakup tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, hingga Hak Pengelolaan.
Baca Juga: Bantah Terlibat Mafia Tanah, Ahli Waris Suparno di Kukar Ungkap Dugaan Pemalsuan Dokumen Warisan
(*Red)
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id
















