Wajah Pengangguran Indonesia: Tantangan, Ketimpangan, dan Harapan di Hari Buruh

Ilustrasi – Tingkat pengangguran Indonesia mencapai 4,91% pada Agustus 2024. Meski menurun, tantangan pengangguran muda, mismatch pendidikan, dan ketimpangan masih tinggi. Foto: fem.ipb.ac.id
Ilustrasi – Tingkat pengangguran Indonesia mencapai 4,91% pada Agustus 2024. Meski menurun, tantangan pengangguran muda, mismatch pendidikan, dan ketimpangan masih tinggi. Foto: fem.ipb.ac.id

Per Agustus 2024, dari total 215,37 juta penduduk usia kerja, hanya 152,11 juta yang tergolong angkatan kerja, sementara 63,26 juta lainnya bukan angkatan kerja. 

Dari jumlah angkatan kerja itu, 144,64 juta sudah bekerja dan 7,47 juta tergolong penganggur. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia tercatat sebesar 4,91%, menurun dari 5,32% pada tahun sebelumnya.

Tantangan Terbesar: Pengangguran Pemuda dan Lulusan SMK

Sebanyak 17,32% pemuda usia 15-24 tahun masih menganggur. Ini adalah kelompok usia produktif yang justru paling terjebak dalam ketidakpastian. Lulusan SMK memiliki tingkat pengangguran tertinggi (9,01%), di atas lulusan SMA (7,05%) dan sarjana (5,25%).

Ini mencerminkan adanya mismatch antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri. Banyak lulusan yang kaya teori, miskin praktik, menunggu pekerjaan ideal, sementara dunia kerja menawarkan realitas berbeda — dikenal sebagai aspirational mismatch.

Pekerja Tidak Penuh dan Ketimpangan Wilayah

Masalah semakin kompleks dengan adanya 11,56 juta setengah penganggur dan 34,63 juta pekerja paruh waktu. Artinya, hampir satu dari tiga pekerja di Indonesia belum memiliki pekerjaan yang stabil.

TPT di perkotaan lebih tinggi (5,79%) dibanding pedesaan (3,67%). Tekanan hidup dan biaya tinggal di kota membuat kompetisi kerja makin sulit. Dari sisi gender, meskipun partisipasi perempuan dalam angkatan kerja naik jadi 56,42%, TPT perempuan (4,92%) masih sedikit lebih tinggi dari laki-laki (4,90%). Ini menunjukkan perlunya akses kerja yang lebih inklusif.

Dominasi Sektor Tradisional dan Ketimpangan Upah

Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (28,18%), disusul perdagangan (18,89%) dan industri pengolahan (13,83%). Sektor berupah tinggi seperti keuangan dan pertambangan justru menyerap sedikit tenaga kerja. Ini memperlebar jurang antara jumlah tenaga kerja dan kualitas pekerjaan.

Rata-rata upah buruh pada Agustus 2024 sebesar Rp3,27 juta. Lulusan SD ke bawah menerima Rp2,08 juta, sementara lulusan S1 rata-rata Rp4,96 juta. Sayangnya, banyak lulusan tinggi belum terserap secara optimal oleh pasar kerja.

Transformasi Sistemik Dibutuhkan

Meski TPT turun, pengangguran Indonesia tetap menjadi tantangan besar. Kita memerlukan transformasi sistem pendidikan yang sinkron dengan kebutuhan dunia usaha, penciptaan lapangan kerja formal di daerah, serta perlindungan untuk pekerja informal. Data sudah bicara, kini saatnya bertindak. (*/red)

Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id