faktakalbar.id-Pontianak- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Traction Energy Asia berkolaborasi dalam program Akademi Jurnalis Ekonomi-Lingkungan (AJEL) tahun ke-3, bersama CSO dan Akademisi menggelar sarasehan membahas tentang masa depan energi terbarukan di Kalimantan Barat
“Alhamdulillan AJI Pontianak mendapat kepercayaan dari AJI Indonesia untuk melaksanakan kegiatan ini di mana sebelumnya terdapat empat anggota AJI Pontianak yang mendapatkan fellwoship mengikuti program AJEL ini. Dan sarasehan ini merupakan bagian dari program tersebut,” kata Ketua AJI Pontianak, Rendra Oxtora di Pontianak, Sabtu.
Terkait sarasehan yang dilaksanakan hari ini, dia mengatakan Kalimantan Barat memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan dengan total kapasitas sekitar 25,590 Gigawatt (GW). Potensi ini meliputi energi air sebesar 4,737 GW, minihidro dan mikrohidro 124 MW, energi surya 20,11 GW, energi angin 554 MW, serta panas bumi 65 MW.
Sumber daya alam yang melimpah, khususnya matahari dan air, menjadi faktor utama dalam pengembangan energi terbarukan di Kalbar. Saat ini, terdapat 73 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menghasilkan 7,54 MW serta 124 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) dengan total produksi sekitar 6 MW.
“Meski demikian, pengembangan bioenergi berbasis monokultur masih menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak menilai proyek energi biomassa dapat menyebabkan deforestasi dan tidak berkontribusi signifikan terhadap pengurangan emisi karbon. Di sisi lain, bioenergi tetap dipandang sebagai solusi energi ramah lingkungan, terutama dengan luasnya lahan sawit di Kalbar yang mencapai lebih dari 1,3 juta hektare,” tuturnya.
Pemerintah Provinsi Kalbar telah mengusulkan pembangunan empat pembangkit listrik baru berbasis tenaga air dan tenaga surya guna meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Dalam diskusi antara jurnalis dan organisasi masyarakat sipil (CSO), berbagai perspektif terkait tantangan dan peluang transisi energi di Kalbar turut dibahas.
Dalam pemaparannya, Ahmad Syukri dari Linkar Borneo menegaskan bahwa transisi energi merupakan keniscayaan ilmiah untuk memperlambat pemanasan global. Ia menyoroti aspek keadilan dalam energi bersih yang harus berorientasi pada kepentingan publik, kemandirian, efisiensi, serta keberlanjutan. Namun, ia juga mengkritisi potensi dampak negatif, seperti deforestasi baru dan konflik sosial akibat proyek transisi energi yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan.
Sementara itu, Aris Munandar menambahkan bahwa tidak ada sumber energi yang benar-benar ramah lingkungan. Oleh karena itu, efisiensi dalam penggunaan energi harus menjadi prioritas. “Masyarakat perlu diedukasi agar bijak menggunakan energi, sementara pemerintah memastikan tata kelola energi yang minim mengubah ekosistem,” ujarnya.
Ikut berita menarik lainnya di Google News Faktakalbar.id